Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bahkan meyakini bahwa persoalan minyak goreng bukan disebabkan praktik kartel, seperti dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Menurut Gapki, kelangkaan stok dan lonjakan harga minyak goreng disebabkan fenomena panic buying. Sehingga, ketika ada stok minyak goreng, warga langsung menyerbu barang pokok tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya meyakini tidak ada masalah kartel, tetapi lebih baik KPPU yang membuktikan. Seharusnya masalah minyak goreng sudah teratasi, hanya panic buying," ungkap Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono.
Sebelumnya, KPPU menduga 27 perusahaan melakukan kartel atau penetapan harga minyak goreng secara serempak. KPPU telah menyelidiki kasus dugaan kartel minyak goreng sejak 30 Maret 2022. Penyelidikan itu tertera dengan nomor register: 03-16/DH/KPPU.LID.I/III/2022 tentang Dugaan Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 terkait Produksi dan Pemasaran Minyak Goreng di Indonesia.
Untuk melengkapi alat bukti yang ada, KPPU telah memanggil para pihak yang berkaitan dengan dugaan, seperti produsen minyak goreng, asosiasi, pelakuritel, dan sebagainya.
Dari proses penyelidikan itu, KPPU menemukan dua jenis alat bukti dan menetapkan 27 perusahaan yang diduga melakukan kartel minyak goreng.
Puluhan terlapor itu diduga melanggar dua pasal sekaligus dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, yakni pasal 5 tentang penetapan harga dan pasal 19 huruf c terkait pembatasan peredaran atau penjualan barang atau jasa.
(akd/hns)