Inflasi Sudah Tembus 5,95%, RI Harus Apa?

Inflasi Sudah Tembus 5,95%, RI Harus Apa?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 21 Okt 2022 11:44 WIB
Ilustrasi Uang Receh Konsumsi Rupiah Inflasi Belanja
Ilustrasi/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi indeks harga konsumen (IHK) per September 2022 5,95% year on year (yoy). Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya 4,69%.

Kenaikan inflasi ini didorong oleh penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan untuk menghadapi situasi ekonomi global harus tetap waspada dan tetap optimis.

"Waspada karena gejolak volatilitas ekonomi global bisa mempengaruhi ekonomi kita. Lalu optimis karena Indonesia memiliki daya dukung dan perekonomian domestik yang kuat," kata dia dalam peluncuran buku KSK, Jumat (21/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan saat ini ada tekanan inflasi yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia. Setelah membaik di 2022, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diprakirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, bahkan disertai dengan risiko resesi di beberapa negara.

Revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju terutama Amerika Serikat (AS) dan Eropa, dan China. Perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif.

ADVERTISEMENT

Dampak rambatan dari fragmentasi ekonomi global diprakirakan juga akan menyebabkan perlambatan ekonomi di Emerging Markets (EMEs). Sementara itu, tekanan inflasi dan inflasi inti global masih tinggi seiring dengan berlanjutnya gangguan rantai pasokan sehingga mendorong bank sentral di banyak negara menempuh kebijakan moneter yang lebih agresif.

Oleh karena itu BI menempuh kebijakan menaikkan bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4$ dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,5%.

Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting) dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0Β±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023.

"Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat," jelas dia.

(kil/ara)

Hide Ads