Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Zabadi mengatakan ada sejumlah poin penting dan baru yang dimasukkan ke dalam RUU Perkoperasian sebagai pengganti dari UU No 25 tahun 1992. Menurutnya, hal ini mendesak dilakukan.
"UU kita ini usianya sudah tua, 30 tahun dan memang sifatnya sementara berdasarkan keputusan MK yang membatalkan tahun 2012. Di situ ada amar putusan pemerintah untuk segera menyusun UU baru. Sementara pakai yang eksisting," ujarnya saat berbincang dengan media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa Malam (6/12/2022).
Poin pertama dijelaskannya adalah terkait pengawasan. Dalam RUU ini, pengawasan koperasi oleh Otoritas Pengawas Koperasi akan memiliki wewenang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Poin kedua yaitu terkait penjaminan. Berangkat dari banyaknya koperasi yang mengalami kesulitan pendanaan atau bahkan kolaps karena pandemi COVID, Kementerian Koperasi dan UKM menginisiasi adanya lembaga penjaminan koperasi.
"Koperasi belum memiliki ini. Ini yang kita inisiasi dalam RUU Perkoperasian," ujarnya.
Poin ketiga adalah Apex, yang mengatur dan mengonsolidasi lembaga apex koperasi keuangan yang ada, tujuannya untuk menjadi solusi likuiditas bagi KSP atau Unit Simpan Pinjam.
Poin keempat, yaitu terkait penyehatan koperasi. Dikatakan Zabadi, pihaknya akan membentuk Komite Penyehatan Koperasi. Tujuannya untuk mengantisipasi dan menyehatkan kembali koperasi-koperasi yang bermasalah. Saat ini sudah terbentuk Satgas Penanganan Koperasi, namun tidak memiliki wewenang yang kuat.
Sehingga kita ingin sebagaimana perbankan memiliki KKSK, sebagai komite yang menjaga jangan sampai sektor jasa keuangan khususnya di perbankan ini masalahnya berdampak sistemik terhadap kondisi ekonomi kita.
Poin kelima adalah terkait sanksi. Saat ini belum ada aturan yang mengatur sanksi bagi koperasi yang bermasalah. Sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi para pengurus atau orang yang bertanggung jawab terhadap koperasi tersebut. Di RUU nanti akan dimasukkan sanksi berupa sanksi denda minimal Ro 1 miliar dan maksimal Rp 3 miliar dan pidana 1-3 tahun penjara.
Poin keenam terkait dengan modal. Selama ini, dalam praktik koperasi diatur mengenai simpanan pokok dan simpanan wajib. Nanti, istilah ini akan berubah menjadi iuran pokok dan modal anggota.
"Dengan ketentuan utama bahwa Modal Anggota tidak dapat ditarik, hanya dapat dialihkan. Tujuannya untuk memperkuat struktur permodalan koperasi sehingga tidak terpengaruh keluar-masuknya anggota," ujarnya.
Poin selanjutnya adalah sistem pengurus jenjang tunggal. Pada sistem ini, wakil anggota hanya 1 (Pengawas), sedangkan Pengurus merupakan orang profesional yang diangkat bisa dari pihak luar. Koperasi dengan model bisnis/ sektor atau skala tertentu dapat memilih Jenjang Tunggal sehingga pengelolaannya lebih tangkas dan cepat. Namun bagi masyarakat yang terbiasa menggunakan Jenjang Dua, hal tersebut juga tetap diperbolehkan.
"Kita mengenalkan opsi baru pada koperasi sudah besar yang pengelolaannya lebih profesional apa yang kita sebut jenjang tunggal. Pengurusnya nanti profesional yang dihire. Rapat anggota hanya memandatkan pengawas., Pengawas yang menghire profesional. Dengan cara ini koperasi lebih mampu untuk lincah. Sekarang ini ada kesan di koperasi ini pengurus nggak mau diganti. Ke depan dengan tawaran jenjang tunggal seperti ini tak perlu lagi ada pengurus. Ini persis seperti entitas bisnis, lembaga usaha," ujarnya.
Selanjutnya, dia mengatakan, dalam RUU ini juga diatur mengenai masa jabatan. Pada UU 25/1992 tidak diatur masa jabatan pengurus dan pengawas. Sehingga ada pengawas dan pengurus koperasi yang menjabat hingga belasan bahkan puluhan tahun. Dalam RUU baru nanti, masa jabatannya dibatasi 2 periode di mana 1 periode berlaku 5 tahun.
Selanjutnya, dia mengatakan terkait tanggung jawab pengawas. Nantinya, pengawas juga bertanggung jawab terhadap risiko kinerja koperasi.
"Sehingga dalam proses pengambilan keputusan, pengawas juga bertanggung jawab akan risiko," ujarnya.
Kemudian terkait kepailitan. Selama ini pengawas atau pengurus bisa mengajukan PKPU terhadap koperasi. Namun pada RUU baru nanti, kepailitan hanya bisa dilakukan oleh Menteri Koperasi dan UKM.
(zlf/ara)