Asosiasi Pengusaha Makanan-Minuman Dukung Label BPA Free di Galon

Asosiasi Pengusaha Makanan-Minuman Dukung Label BPA Free di Galon

Inkana Izatifiqa R Putri - detikFinance
Jumat, 09 Des 2022 15:27 WIB
Ilustrasi BPA Free
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Penggunaan Bisphenol A (BPA) pada wadah makanan dan minuman dikhawatirkan dapat berisiko terhadap kesehatan jika larut dalam makanan atau minuman di dalam wadah. Meski demikian, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) yang beranggotakan 400 perusahaan makanan dan minuman menjamin keamanan produk mereka di Indonesia.

Meski demikian, GAPMMI mengimbau konsumen memilih alternatif air minum kemasan galon sekali dari jenis Polyethylene Terephthalate (PET) yang lebih aman, dan meninggalkan galon plastik guna ulang yang dapat berisiko bercampur dengan senyawa BPA.

Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman mengatakan galon plastik berbahan dasar PET yang digunakan oleh industri air minum dalam kemasan (AMDK) merupakan alternatif yang memiliki nilai keamanan dan kesehatan lebih tinggi, serta lebih ekonomis. Selain galon, seluruh produsen AMDK botol, baik market leader maupun produsen kecil dan menengah saat ini pun telah menggunakan plastik jenis PET.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Galon berbahan plastik jenis PET mampu menghemat biaya produksi secara signifikan yang pada akhirnya memacu pertumbuhan industri AMDK, tak terkecuali industri kecil menengah," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (9/12/2022).

Berdasarkan data GAPMMI, industri air minum dalam kemasan pada dasarnya mampu menghemat biaya produksi hingga Rp 1,5 triliun per tahun, terutama jika beralih menggunakan galon dari jenis plastik PET. Pasalnya, produksi galon PET lebih murah 50 persen dibanding produksi galon guna ulang yang lebih banyak menggunakan bahan impor.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Adhi mengatakan keputusan pemerintah untuk mewajibkan pelabelan galon bekas pakai telah berdasarkan kajian mendalam. Adapun hal ini juga bertujuan melindungi konsumen. Kajian BPOM, kata Adhi, mengacu pada penerapan regulasi serupa di negara-negara maju yang telah lebih dulu menerapkan larangan dan memperketat penggunaan BPA sebagai campuran bahan kemasan pangan.

"Label berupa peringatan tentang kandungan BPA adalah usaha untuk memberikan kepastian bagi konsumen dalam mengonsumsi produk yang terjamin keamanan dan kesehatannya," kata Adhi.

"Karenanya, GAPMMI mengajak industri untuk saling berkolaborasi menciptakan alternatif- alternatif kemasan yang lebih aman," sambungnya.

Adhi menyebut saat ini terdapat 1.200 pelaku industri AMDK dengan volume air minum 35 miliar liter per tahun, 2.100 merek dan 7.000 lebih izin edar. Market leader menguasai 65 persen pasar air minum kemasan, disusul 25 persen industri menengah, dan sisanya 10 persen dikuasai para pelaku usaha kecil.

"Ada 30-40 juta galon yang beredar di Indonesia saat ini sebanyak 90 persen adalah galon guna ulang bercampur BPA yang berbahaya buat kesehatan," katanya.

Adhi mengatakan semua pelaku usaha perlu mematuhi ketentuan pemerintah demi mendukung pertumbuhan industri air minum kemasan.

Klik Selanjutnya

Senada dengan GAPMMI, Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) menilai positif regulasi pelabelan pada kemasan galon plastik bekas pakai. Sebab, regulasi BPOM justru akan menyehatkan iklim industri air minum kemasan. Terlebih permintaan air minum dalam kemasan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di Indonesia.

"Kami selaku pengusaha AMDK meyakini, pelabelan ini tidak akan mengganggu pertumbuhan industri. Itu sebabnya, kami mendukung penuh regulasi pelabelan galon BPA yang dikeluarkan oleh BPOM," kata Ketua Umum Asparminas Johan Muliawan.

"Sebagai pelaku industri, kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas produk air minum dalam kemasan. Pelabelan galon BPA ini kami sikapi sebagai pemacu untuk berinovasi dan menciptakan produk AMDK berkualitas, baik dari sisi kesehatan maupun keamanan kemasan," sambungnya.

Johan menyampaikan selain galon polikarbonat (PC), saat ini banyak perusahaan besar AMDK yang sudah mulai beralih memproduksi galon plastik dari jenis PET. Hal ini lantaran bahan dasar polikarbonat yang biasa didatangkan melalui impor harganya jauh lebih mahal, yakni sekitar USD 4 per kg. Sebaliknya bahan bebas BPA banyak tersedia di dalam negeri dan harganya USD 1 per kg.

"Galon PET memiliki fungsi sama, namun dengan harga bahan baku yang relatif lebih murah dan sehat," katanya.

Di sisi lain, praktisi yang mewakili GAPMMI Arie Susanto mengatakan kebijakan regulasi BPOM untuk pelabelan galon bekas pakai justru dapat menguntungkan semua pihak, baik produsen maupun konsumen.

"Kebijakan yang diambil pemerintah melalui BPOM diyakini akan menguntungkan semua pihak, baik pelaku usaha maupun konsumen air minum," kata Arie Susanto.

Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber forum 'Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen' di Gedung Makara, Universitas Indonesia, Depok (23/11).

"Di satu sisi, konsumen akan mendapatkan kepastian untuk mendapatkan produk yang terjamin keamanannya dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. Di sisi lain, pelaku usaha juga tetap terjamin keberlangsungan usahanya dengan mengikuti aturan pelabelan pemerintah," sambungnya.

Senada dengan Asparminas, Arie mengatakan industri air minum kemasan akan terus tumbuh seiring mengikuti kebutuhan masyarakat yang juga terus meningkat. Dengan demikian, kebijakan pelabelan galon guna ulang perlu diterapkan.

"Karenanya, pelabelan galon guna ulang perlu dilakukan, agar konsumen mendapatkan kepastian untuk memanfaatkan produk yang dijamin keamanan dan kesehatan pangannya," pungkasnya.

Halaman 3 dari 2
(prf/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads