Pada tahun lalu, Starbucks mengangkat Howard Schultz menjadi CEO yang bukan orang baru di kedai kopi ternama dunia itu. Schultz mengungkap sejumlah masalah Starbucks yang juga menjadi alasan dia mau lagi diangkat menjadi pimpinan tertinggi perusahaan tersebut.
Menurut Schultz beberapa tahun belakangan Starbucks sedang goyah, menghadapi persaingan yang semakin ketat, menurunnya minat pelanggan, dan bersaing dengan krisis keuangan. Jadi, dirinya tahun lalu bergabung di tengah krisis Starbucks.
Selain itu, masalah pekerja juga sempat ramai pada 2021. Dia melihat gerakan buruh sebagai tanda bahwa keadaan memburuk di Starbucks, dan bagi kaum muda pada umumnya. Ia mengaku khawatir dengan gerakan serikat pekerja itu.
"Saya yakin bahwa upaya serikat pekerja di Amerika dalam banyak hal merupakan manifestasi dari masalah yang jauh lebih besar. Ada masalah makro di sini yang jauh lebih besar daripada Starbucks," katanya dikutip dari CNN, Kamis (23/2/2023).
Gerai Starbucks pertama memilih untuk berserikat pada Desember 2021, sekitar lima bulan sebelum Schultz menjadi CEO. Bahkan sebelum dia secara resmi bergabung kembali dengan perusahaan, Schultz sudah khawatir dengan dorongan serikat pekerja.
Dalam beberapa bulan sejak kembali sebagai CEO, Schultz kembali menentang serikat pekerja. Di masa jabatannya, pertentangan dengan serikat pekerja menjadi semakin buruk.
Pimpinan serikat pekerja menuduh Starbucks menolak untuk datang ke meja perundingan, mengancam tunjangan mereka, dan menggunakan taktik penghancuran serikat. Namun, klaim itu dibantah perusahaan.
Serikat pekerja telah mengajukan ratusan tuntutan praktik perburuhan yang tidak adil ke perusahaan. Kemudian Starbucks juga telah mengajukan beberapa tuntutan perburuhan yang tidak adil terhadap serikat pekerja, dengan mengatakan bahwa serikat pekerja yang menunda negosiasi.
Untuk mengambil hati pekerja, Schultz menghabiskan waktu berbulan-bulan mengunjungi karyawan untuk mendengarkan keluhan karyawannya. Ia pun masih berharap karyawannya tidak bergabung pada serikat pekerja.
"Saya telah berbicara dengan ribuan mitra Starbucks kami. Saya kaget, tercengang mendengar kesepian, kegelisahan, patahnya kepercayaan pada pemerintah, patahnya kepercayaan pada perusahaan, patahnya kepercayaan pada keluarga, kurangnya harapan dalam hal peluang," ujarnya.
Selain masalah serikat pekerja, pertumbuhan Starbucks juga sedang mengalami masalah, salah satunya di China, pasar pertumbuhan utamanya. Dalam tiga bulan hingga Januari, penjualan Starbucks di China selama 13 bulan anjlok 29% sebagian karena pembatasan Covid-19.
Sebagai informasi, sebelum menjadi CEO Starbucks tahun lalu, Schultz juga menduduki posisi tersebut pada 1987-2000, dan sekali lagi dari 2008-2017.
Simak Video "Mengandung Kaca, Ratusan Botol Starbucks Ini Ditarik dari Peredaran"
[Gambas:Video 20detik]
(ada/ara)