Tangkap Ikan Pakai PNBP Pascaproduksi, Pelaku Usaha Ngaku Lebih Efektif

Tangkap Ikan Pakai PNBP Pascaproduksi, Pelaku Usaha Ngaku Lebih Efektif

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 14 Apr 2023 10:45 WIB
Gili Labak Nelayan
Foto: Sunandi Mimo Raharja Suparta
Semarang -

Pelaku usaha penangkapan ikan mengaku lebih efektif dengan kebijakan PNBP pascaproduksi. Pasalnya, dengan PNBP pascaproduksi, para pengusaha tidak perlu lagi mengeluarkan biaya PNBP di awal sebelum melaut.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu pengusaha penangkapan ikan Juanda, Surabaya bernama Baskoro. Ia menyampaikan perbedaannya antara PNBP praproduksi dan pascaproduksi. Kalau dengan praproduksi pembayarannya harus di awal sebelum melaut, sedangkan pascaproduksi pembayaran PNBP setelah melaut.

Menurut Baskoro, dengan PNBP pascaproduksi, pihaknya tidak perlu mencari dana besar terlebih dahulu ketika di awal mau melaut. Karena biasanya dirinya sendiri harus mencari biaya dengan utang sana sini agar mendapatkan dana terlebih dahulu demi kapal bisa melaut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keuntungannya untuk pengusaha ya gak dikenai pembayaran di depan. Pasca ini tanpa harus bayar di depan. Iya pasti (utang), pasti itu. Biasanya cari ke mitra atau pembeli ikan. Bahkan juga ke lembaga keuangan, kadang bank, kadang koperasi. Gimana pintar-pintarnya pelaku usaha aja untuk mengeksiskan roda perusahaan. Kita utang dulu baru kapal jalan (praproduksi)," jelas Baskoro, kepada detikcom di temui di Hotel Gumaya Tower Hotel, Semarang, ditulis Selasa (20/3/2023).

Baskoro sendiri memiliki empat kapal berukuran sekitar 50 gross ton (GT). Pengeluaran yang biasanya dikeluarkannya untuk PNBP ketika masih skema pra produksi bisa sebesar Rp 150 juta per kapal. Itu baru untuk pembayaran PNBP belum lagi ditambah pembiayaan bahan bakar kapal dan kebutuhan lainnya.

ADVERTISEMENT

"Jadi dulu kalau praproduksi, kalau kapal di atas 50 GT katakanlah ketika pra dia bayar katakanlah mesti Rp 150 juta. Kalau dia ada 10 kapal tinggal hitung aja berapa yang harus di bayar di depan. Karena (pasca produksi) di bayar di belakang, pemilik kapal bisa melaut, cari ikan, ikan dijual, kemudian dapat dana lalu dibayarkan PNBP. Itu keuntungannya di situ," jelasnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Perikanan Tangkap Terpadu (Aspertadu) Marzuki Yazid juga mengatakan hal yang senada. Dirinya sendiri miliki empat kapal berukuran di atas 30 GT.

Menurutnya dengan PNBP praproduksi, pengusaha harus mengeluarkan pembayaran PNBP sebesar Rp 60 juta sampai Rp 100 juta. Pembayaran itu sebagai syarat untuk kapal diizinkan melaut menangkap ikan.

"Itu juga tergantung jenis kapalnya berapa GT, alat tangkapnya berapa, jenis ikan yang ditangkap apa, kalau cumi kalau udang kan lebih mahal. Ukuran kapal itu juga menentukan. Ukuran 50-60 GT dikenakan 5% dari perkiraan itu sekitar Rp 60 juta sampai Rp 100 juta. Itu ke negara aja, bensin, ya biaya operasional 60 GT Rp 500 juta," ungkapnya.

Tetapi dengan pascaproduksi, pengusaha bisa membayar setelah melaut atau menangkap ikan. Jelas ini lebih efisien bagi rantai bisnis dan memberikan keadilan bagi para pihak. "Jadi sebetulnya dengan pasca ini pelaku usaha itu enak. Kita bayarnya kan di belakang," jelasnya.

Ia pun meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar kebijakan penangkapan ikan konsisten. Menurutnya konsistensi kebijakan akan mempermudah pengusaha untuk mengatur strategi dalam meningkatkan bisnisnya.


Hide Ads