Syahrul juga mengatakan bisa jadi juga pupuk sulit didapatkan karena ada masalah pada distribusi di lapangan. Dia mengakui pemerintah pusat memang kesulitan mengawasi distribusi secara luas.
Namun, sudah ada sistem bertingkat untuk meminimalisir mandeknya distribusi pupuk di lapangan. Semua sistem itu pun diawasi teknologi digital jadi semua terpantau dengan baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Walaupun memang pengendalian dari pusat itu cukup sulit dilakukan, oleh karena itu dari pusat kita kasih provinsi, provinsi ke kabupaten, kabupaten nanti yang bagikan ke masyarakat semua. Kalau ada terjadi apa-apa kita tahu siapa tanggung jawab apa dan dalam proses yang di mana," ungkap Syahrul.
Syahrul juga mengungkapkan pasokan pupuk pun makin sulit didapatkan, khususnya yang impor. Konflik Rusia dan Ukraina membuat pasokan pupuk dunia terhambat dan harganya pun jadi naik.
Pemerintah pun menyesuaikan hal itu dengan memangkas jumlah golongan petani yang mendapat subsidi. Dari 69 komoditas yang boleh menggunakan pupuk subsidi kini hanya ada 9 komoditas saja yang boleh gunakan pupuk subsidi.
"Di mana-mana kalau ketemu orang dia ngeluh pupuk karena memang butuh pupuk, dan kita terlalu jauh dari penggolongan yang kemarin dari 69 jenis komoditi dari pupuk yang 8 juta itu," kata Syahrul.
"Kita ambil kebijakan untuk pangan dasar saja dengan harapan yang dapat pupuk hanya pada lahan lahan yang 2 hektare ke bawah agar maksimal hasilnya," pungkasnya.
(dna/dna)