Ini Kata Ketua GAPMMI & Guru Besar IPB tentang Polemik Pelabelan BPA

Ini Kata Ketua GAPMMI & Guru Besar IPB tentang Polemik Pelabelan BPA

Erika Dyah Fitriani - detikFinance
Sabtu, 24 Jun 2023 13:17 WIB
Ilustrasi galon air mineral.
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengaku tidak pernah menyatakan dukungan terhadap pelabelan BPA kemasan pangan. Khususnya pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat.

Adhi menduga ada pihak-pihak yang mencatut GAPMMI demi persaingan usaha.

"Terkait pemberitaan di beberapa media yang mencatut nama GAPMMI, perlu saya luruskan bahwa saya tidak pernah diwawancarai terkait BPA galon," ujar Adhi dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (24/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan GAPMMI hanya mendorong semua anggota dan semua industri pangan di Indonesia agar mematuhi regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. "Tapi bukan berarti mendukung wacana pelabelan BPA, karena regulasinya kan belum ada," katanya.

GAPMMI berharap setiap regulasi pangan yang dibuat regulator ada dasar kajiannya, juga berbasis risiko. "Hal ini bertujuan agar dalam penerapannya tidak merugikan produsen maupun konsumen," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Ahli Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin sebelumnya mengatakan mengkritisi kebijakan pelabelan BPA yang dinilai cenderung diskriminatif.

Menurutnya, regulator perlu mengambil keputusan berdasar fakta-fakta ilmiah. Ia pun mengimbau regulator tidak hanya menyebut nama zat tertentu lalu mengkategorikannya sebagai zat yang tidak boleh.

"Jangan mengambil kebijakan berdasarkan isu yang belum terbukti secara ilmiah. Kita perlu menjadi negara yang betul-betul teredukasi," ujar Akhmad.

Ia pun menyayangkan adanya narasi yang salah dalam memahami kandungan BPA dalam AMDK. Sebagai pakar polimer, ia mengatakan kemasan yang mengandung BPA merupakan bahan plastik yang aman.

"Karena, memang dari tes-tes yang kami tahu, BPA yang ada di dalam air akibat menggunakan polikarbonat itu rendah. Jadi, wajar kalau memang tidak ada problem yang muncul seperti kematian atau orang sakit karena minum air botol galon polikarbonat," jelasnya.

Akhmad menegaskan pelabelan BPA secara ilmiah tidak perlu dilakukan. Sebab sudah ada jaminan dari BPOM dan Kemenperin bahwa produk-produk air kemasan galon aman untuk digunakan.

"Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan BPOM sudah terbukti bahwa migrasi BPA dalam galon itu masih dalam batas aman atau jauh di bawah ambang batas aman yang sudah ditetapkan BPOM. Produk-produk itu juga sudah berlabel SNI dan ada nomor HS-nya yang menandakan bahwa produk itu aman," ucapnya.

Klik halaman selanjutnya >>>

Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) Ahmad Sulaeman juga mengkhawatirkan isu pelabelan BPA. Menurutnya, pelabelan yang belum jelas ini bisa memperburuk gizi masyarakat.

Ia mengatakan masyarakat bisa takut mengonsumsi produk yang sebetulnya sangat dibutuhkan tubuh manusia. Lalu beralih ke produk-produk lain yang justru belum bisa terjamin kesehatannya.

Ia mencontohkan wacana pelabelan potensi bahaya BPA dari kemasan galon guna ulang yang belum terbukti secara ilmiah. Menurutnya, masyarakat bisa khawatiran meminum semua jenis air minum dalam kemasan, termasuk yang non-BPA. Mengingat kemasan yang non BPA atau kemasan botol dan galon sekali pakai juga memiliki zat-zat kimia berbahaya.

"Pasti akan berimbas juga. Karena masyarakat taunya kan air minum dalam kemasan," ujarnya.

Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Hardinsyah menambahkan belum ada urgensi pelabelan BPA pada air minum dalam kemasan. Sebab menurutnya belum ada bukti kuat yang menyatakan BPA dalam kemasan sudah membahayakan kesehatan.

"Kalau mau mengatur BPA tadi, ya harus berbasis bukti, berbasis evidence. Kan namanya mau membuat regulasi, jadi harusnya berbasis bukti yang kuat," tegas Ketua Umum PERGIZI Pangan Indonesia ini.

"Bukti itu berupa hasil kajian atau penelitian yang mengatakan bahwa BPA pada galon guna ulang itu memang benar-benar berbahaya untuk kesehatan. Harus dengan protokol yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan asal-asalan," paparnya.

Praktisi kesehatan bidang onkologi atau penyakit kanker dr. Bajuadji, Sp.B (K) Onk, juga menilai tidak ada kaitan antara air galon dengan penyakit kanker seperti yang diisukan selama ini. Menurutnya, isu ini hanya sekadar unsur persaingan usaha semata.

"Saya tidak pernah menemukan ada dari pasien-pasien yang mengalami kanker karena telah mengonsumsi air galon. Itu menurut saya hanya persaingan usaha saja," ungkap Hardinsyah.

Selain itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menduga ada yang melakukan framing terkait isu BPA ini. Hal ini ia sampaikan mengingat adanya rilis palsu mengatasnamakan pernyataannya di beberapa media terkait isu BPA.

"Waduh. Ini ada yang framing. Ada mafia. Sepertinya ada rilis palsu atas nama. Saya terkait isu BPA ini," pungkasnya.


Hide Ads