Marak Tawaran Freelance Bodong via WA, Diduga Akibat Kebocoran Data

Marak Tawaran Freelance Bodong via WA, Diduga Akibat Kebocoran Data

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 29 Jun 2023 23:40 WIB
Mirip penipuan foto paket yang ternyata APK, kini ada lagi penipuan atas nama undangan pernikahan. Awas terjebak!
Ilustrasi penipuan via WhatsApp.Foto: Viral di Internet
Jakarta -

Pesan singkat berisi tawaran pekerjaan paruh waktu atau freelance via WhatsApp marak berseliweran. Cuma harus waspada karena mayoritas pesan tersebut merupakan modus penipuan.

Pakar Keamanan Siber, Alfons Tanujaya menilai kondisi ini tidak terlepas dari kebocoran data kependudukan. Akibatnya, pesan-pesan tersebut pun bisa menyasar sejumlah nomor telepon, bahkan dalam jumlah banyak hingga menyebabkan spam.

"Ini merupakan tindak scam karena kebocoran data. Di mana scam ini bisa terjadi karena mudahnya monetisasi atas hasil kejahatannya. Karena mereka memanfaatkan banyaknya data kependudukan yang bocor sehingga dipakai bikin KTP bodong," kata Alfons kepafa detikcom, ditulis Kamis (29/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain untuk memanfaatkan kontak dalam menjaring korban, data ini juga dipakai untuk membuat KTP bodong yang memudahkan para pelaku kejahatan ini untuk membuka banyak rekening baru.

"Ini dipakai untuk menampung hasil kejahatan. Jadi tiap kali dipakai nampung hasil kejahatan, ditarik terus ditinggal. Sangking banyaknya datanya," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Kondisi inilah yang menurutnya menjadi salah satu latar belakang semakin maraknya penipuan online. Adapun saat ini, yang tengah marak ialah penipuan berkedok lowongan kerja (loker) freelance untuk jasa like and subscribe akun media sosial.

"Pada dasarnya mereka memanfaatkan, satu, sekarang kan banyak yang di-PHK. Lalu kedua, orang cari kerja mudah, like dan subscribe, lalu dibuat percaya dengan sistemnya. Padahal sistemnya boong-boongan. Mereka akan bikin sistemnya, jadi orang yang kerja itu seakan-akan bener dia ada di dalam satu sistem. Kalau dia mau tarik uangnya, bisa sistemnya otomatis transfer dananya. Sehingga dia percaya," terangnya.

Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik

Setelah kepercayaan muncul, biasanya para korban ini akan dimasukkan ke dalam grup Telegram dengan penugasan kerja yang cukup rinci. Di sanalah, psikologis korban akan ikut dipengaruhi dengan keaktifan sesama anggota grup sehingga korban terdorong untuk semakin banyak bekerja dan tak sungkan membayarkan sejumlah uang.

"Mereka pakai strategi pinter, psikologis. Mereka fomo 'oh kok orang beli, nanti gue ketinggalan nih'. Nanti gue nggak dapet untung, padahal orang-orang di situ setingan semua," kata Alfons.

"Awalnya dikasih uang kecil, lalu dipancing seakan-akan investasi dengan keuntungan besar 30%. Lalu kalau dia kejebak gitu, uangnyaa ketahan. Kalau ke setor, nggak bisa ditarik," sambungnya.

Atas hal ini, Alfons berharap pemerintah bisa mengambil sejumlah langkah antisipasi. Salah satunya dengan memperketat pengawasan di industri perbankan lewat audit khusus terhadap perbankan tempat rekening-rekening bodong tersebut berada.

"Kalau saya lihat kunci efektifnya kita meminta bank untuk memonitor penyalahgunaan KTP palsu ini. Kalau bisa dimonitor, ini akan bisa tertekan banyak sekali. Karena kalau tidak, ini kasusnya akan luar biasa banyak, kepolisian juga akan keteteran," ujarnya.

"Kalau data udah bocor, kita nggak bisa tarik, nggak bisa batal. Dengan kondisi hari ini, menurut saya itu yang bisa kita lakukan," sambungnya.

(hns/hns)

Hide Ads