Jakarta -
Indonesia kembali masuk ke kelompok negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country berdasarkan rilis terbaru Bank Dunia. Dikutip dari laman resmi Bank Dunia, dalam klasifikasi terbaru pendapatan per kapita di Indonesia pada 2022 berada di level US$ 4.580.
Dalam catatan detikcom, Bank Dunia sempat menurunkan Indonesia dari kategori negara berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income) menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income) pada 2021. Pengumuman ini disampaikan per 1 Juli di situs resmi Bank Dunia.
Dalam laporan itu Bank Dunia menyatakan bahwa GNI (Pendapatan Nasional Bruto) per kapita Indonesia pada 2020 turun menjadi US$ 3.870. Padahal pada 2020, laporan Bank Dunia menyebut Indonesia masuk sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari laman Kominfo, di tengah pandemi Covid-19, pada 1 Juli 2020, Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari lower middle income country menjadi upper middle income country.
Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia pada 2019 naik menjadi US$ 4.050 dari posisi sebelumnya US$ 3.840. Bank Dunia membuat klasifikasi negara berdasarkan GNI per kapita dalam empat kategori. Saat itu klasifikasi upper middle income country masih di kisaran US$ 4.046-12.535.
Namun berdasarkan klasifikasi terbaru Bank Dunia, keempatnya yaitu low income (di bawah US$ 1.085), lower middle income (US$ 1.086- US$ 4.255), upper middle income (US$ US$ 4.256-13.025), dan high income (lebih dari US$ 13.025).
Bank Dunia menggunakan klasifikasi ini sebagai salah satu faktor untuk menentukan suatu negara memenuhi syarat dalam menggunakan fasilitas dan produk Bank Dunia, termasuk loan pricing (harga pinjaman). Peningkatan status dipercaya akan lebih memperkuat kepercayaan serta persepsi investor, mitra dagang, mitra bilateral dan mitra pembangunan atas ketahanan ekonomi Indonesia.
Ekonomi RI pulih usai pandemi. Berlanjut ke halaman berikutnya.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menilai Indonesia mulai kembali ke jalurnya setelah sempat dihantam badai pandemi COVID-19. Ia mengapresiasi capaian ini namun tidak menganggapnya sebagai prestasi yang tinggi.
"Sebenarnya kalau melihat capaian itu kita kan baru istilahnya kembali on the track, sempat di sini, terus pasca covid turun lagi, kemudian naik lagi. Menurut saya secara umum memang prestasi tapi masih terlalu dini dikatakan prestasi yang tinggi," katanya kepada detikcom, Senin (3/7/2023).
Apalagi, ujar Tauhid, Indonesia berada di kelas tersebut namun pada posisi yang terbawah. Ia menyebut masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
"Karena baru aja berada di kelas itu (upper middle income country) tapi paling bawah. Jadi kalau prestasi itu kalau misalnya sudah mencapai US$ 12 ribu, ini kan baru sekitar US$ 4.000-an, jadi masih naik sedikit tapi terdapat pada kelompok middle yang bawah. Apresiasi tapi masih banyak pekerjaan rumah," lanjutnya.
Sementara itu, Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat PR yang harus diselesaikan Indonesia antara lain pemerataan ekonomi. Apalagi kemiskinan ekstrem di Indonesia belum berhasil dihapus.
"Tapi memang kita harus memikirkan juga nih, masih banyak sekali PR-nya, apa? PR-nya kalau kita bisa bilang ini hanya satu sisi, hanya dari PDB per kapita. Kalau kita lihat dari data kesejahteraan lainnya masih sangat belum membaik, baik kemiskinan, masih banyak kemiskinan ekstrem kan." tuturnya.
Ia berharap meski pendapatan per kapita Indonesia naik, pemerintah diminta mengatasi kesenjangan ekonomi. Pasalnya ada beberapa golongan masyarakat yang dinilai tidak mendapatkan kenaikan pendapatan yang signifikan.
"Buat apa kita masuk ke upper middle tapi tidak bisa membereskan masalah sosial. Masalahnya pendapatan per kapita tinggi tapi yang terjadi masih ada kesenjangan. Yang tinggi kan bisa saja golongan tertentu kan, tapi beberapa golongan lainnya tidak mendapatkan kenaikan pendapatan signifikan," pungkasnya.