Penyebab Pasar Induk Kramat Jati Masih Sepi Pembeli
Salah seorang pedagang bawang, Brian, mengaku area ini mulai sepi pembeli sejak awal pandemi covid-19 pada 2020 lalu dan belum pulih hingga saat ini.
"Setelah covid berdampak terus sampai sekarang. Sebelum covid itu masih lumayan. Pas covid kan parah tuh, sampai setelah covid gak pulih-pulih," kata Brian di Pasar Induk Kramat Jati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Brian mengaku jumlah pembeli sempat mengalami peningkatan saat Lebaran 1444 H kemarin. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama. "Lebaran kemarin sebentaran (ramai) habis itu sepi, lebaran haji bentar doang sedikit (ramai) lalu sepi lagi," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh pedagang jeruk limo, Sri. Ia mengaku penurunan jumlah pelanggan pasar mulai terjadi sejak pandemi. Untuk saat ini pembeli yang mengunjungi pasar hanya para langganan. Itu saja mereka hanya datang kurang-lebih seminggu sekali.
"(ini sehari-hari memang sepi pembeli ya?) iya, ini mulainya dari pandemi aja. Jadi orang belanja tuh jarang yang datang ke pasar," ungkap Sri.
Omzet Pedagang Pasar Induk Kramat Jati Saat Ini
Akibatnya kondisi pasar yang semakin sepi, omzet penjualan para pedagang tentu ikut mengalami penurunan. Termasuk di antaranya Bria dan Sri.
"Kalau omzet sekarang tergantung (jumlah pembeli), sekitar Rp 3-4 jutaan per hari. Sebelum covid yang lumayan bisa sampai Rp 5 jutaan," kata Brian.
Lebih lanjut, Brian juga menjelaskan bila besaran omzet pendapatannya sangat tergantung pada harga bawang hari itu. Bila harga bawang sedang tinggi tentu nilai omzet penjualannya semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.
Namun kenaikan omzet itu juga dibarengi oleh tingginya biaya modal beli bawang dari petani. Sedangkan untung bersih yang dapat dikantongi Brian setiap harinya mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu jika ramai pembeli.
Sedangkan untuk Sri, sebelum pandemi dalam sehari ia bisa menjual sekitar 2 ton jeruk limo setiap hari. Namun saat ini maksimal ia hanya mampu menjual 100 kilogram jeruk, itu pun kalau ia sedang dapat pesanan dari langganannya. Di luar itu, sehari-hari ia hanya bisa meraih omzet sekitar dari Rp 100 ribu per harinya.
"Kalau dulu jeruk itu saya bisa turunin (jual) dua truk sehari. 2 truck itu 10 ton, dulu harga jeruk limo itu sekitar Rp 5 ribu per kilogram," ungkap Sri.
"Sekarang mah paling 2 peti kalau lagi ada pesanan, itu aja paling 2 bulan baru lunas. Kalau sehari-hari jualan di sini Rp 100 ribu aja susah. Jadi perputaran uangnya susah sekarang," jelas Sri lagi.
(das/das)