Belakangan ini ramai penjualan barang impor di toko online atau marketplace yang dinilai merugikan UMKM dalam negeri. Untuk itu, pemerintah menambahkan aturan baru terkait hal tersebut dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.
Aturan itu tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Saat pemerintah bertujuan melindungi UMKM, pengusaha di bidang logistik e-commerce menolak adanya revisi aturan tersebut.
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono, menilai kebijakan baru ini tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan. Sonny mencontohkan, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti aksesoris ponsel dan/atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, justru menimbulkan risiko terjadinya kegiatan impor ilegal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung. Kondisi ini sebenarnya sudah tergambar pada e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir," katanya dalam keterangannya, Rabu (2/8/2023).
Sonny menerangkan, ada salah satu saran yang lebih baik dilakukan oleh pemerintah agar harga barang impor cross border lebih tinggi, yakni dengan meningkatkan pajak. Seperti besaran komponen biaya impor berupa peningkatan bea masuk dari 7,5% menjadi 10% ditambah PPN 10% dan PPh.
"Dengan demikian, harga barang impor pun tidak terlalu murah, dan barang dalam negeri bisa semakin bersaing," terang dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, melainkan di berbagai negara. Namun demikian, di negara-negara lain berlaku pula kebijakan yang sama, yaitu berupa pengenaan pajak pada harga tertentu, bukan pelarangan di bawah harga tertentu.
Pihaknya juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke enam negara dengan volume melebihi angka impor. Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara.
"Oleh karena itu, penutupan keran transaksi impor lintas negara tersebut justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM apabila platform belanja menghentikan semua transaksi cross-border ke Indonesia," jelas dia.
Pengusaha berharap pemerintah tetap memberikan dukungan bagi platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border. Sebab, platform yang tidak melakukan transaksi cross- border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM tersebut.
Saat ini menurutnya, masih ada barang eks-impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang. Tentu hal semacam ini malah merugikan negara, karena barang-barang eks-impor ini tidak dikenai pajak.
Sonny mengungkap, pengusaha mengajukan empat solusi terhadap persoalan ini. Pertama, pemerintah diharapkan mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara, dengan volume yang lebih tinggi.
Pemberian insentif bagi platform yang sudah menjalankan hal tersebut juga penting. Insentif dapat diberikan melalui dukungan layanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi lain yang terkait.
Kedua, pemerintah meningkatkan besaran komponen biaya impor berupa peningkatan bea masuk dari 7,5 persen menjadi 10 persen ditambah PPN 10 persen dan PPh. Dengan demikian, harga barang impor pun tidak terlalu murah, dan barang dalam negeri bisa semakin bersaing.
Ketiga, pemerintah melakukan screening atau penyaringan terhadap e-commerce lokal yang tidak melakukan transaksi cross-border. Tujuannya, agar setiap barang yang dijual telah dilengkapi bukti importasi. Sebut saja barang-barang elektronik lain dan aksesorisnya (casing serta charger ponsel), kosmetik, obat-obatan maupun suplemen dan vitamin.
Kemungkinan besar, barang-barang yang berasal dari kegiatan impor tersebut akan sulit untuk diawasi, apakah barang yang dijual tersebut telah memenuhi formalitas kepabeanan, dengan membayar bea masuk/ pajak sesuai dengan jenis dan nilai barangnya. Sebagai dampaknya, negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak.
Keempat, pemerintah sebaiknya melakukan kunjungan ke "kampus-kampus" UMKM yang diprakarsai oleh platform, untuk menjelaskan secara mendalam benefit dari transaksi ekspor cross-border bagi pelaku UMKM di tanah air.