Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nusa Tenggara Barat (NTB) satu-satunya wilayah yang ekonominya kontraksi di kuartal II-2023 yakni -0,48%. Hal itu terjadi saat ekonomi nasional ngegas ke level 5,17% (year on year/yoy).
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud mengatakan kondisi itu disebabkan karena adanya penurunan kegiatan pertambangan dan penggalian di NTB, khususnya pada produksi tembaga.
"Kalau kita lihat dari PDRB Nusa Tenggara Barat yang terkontraksi pada triwulan II-2023 ini disebabkan karena adanya penurunan kegiatan pertambangan dan penggalian, khususnya produksi tembaga," kata Edy dalam konferensi pers, Senin (7/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai melarang ekspor konsentrat tembaga sejak Juni 2023. Kecuali PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang diberi kelonggaran untuk ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024, karena memenuhi persyaratan telah menyelesaikan 50% pembangunan fasilitas pemurniannya (smelter) per Januari 2023.
Selain itu, anjloknya ekonomi NTB juga disebabkan karena adanya penurunan pada kegiatan pertanian, kehutanan dan perikanan khususnya produksi padi. Ekonomi NTB turun dari triwulan I-2023 yang masih tumbuh 3,57%.
"Jadi ada dua kegiatan yang mewarnai penurunan dari PDRB di NTB. Pertama tadi adalah pertambangan dan penggalian, yang kedua adalah pertanian, kehutanan dan sebagainya," beber Edy.
Berdasarkan data BPS, ekonomi NTB kuartal II-2023 negatif 0,48%, beda dengan ekonomi di NTT yang masih positif meski tipis 0,90% dan Bali 2,59%. Secara keseluruhan, ekonomi Bali-Nusra (Nusa Tenggara) tercatat 3,01% pada kuartal II-2023.
"Bali kalau kita lihat lebih dalam, sumber pertumbuhannya ada di penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan, serta jasa keuangan," beber Edy.
(aid/das)