Pertama, Erick menggarisbawahi pentingnya mengatasi kesenjangan di Indonesia. Menurutnya, masalah itu bisa dihadapi dengan empat cara, salah satunya adalah pembukaan lapangan pekerjaan.
"Kalau saya, isu pertumbuhan ekonomi harus jadi karena itu fakta. Tetapi kesenjangan harus menjadi bagian ini pemerataan. Satu pembukaan lapangan pekerjaan. Kita harus mapping. Apakah pendidikan kita hari ini dengan industri yang ada dan tumbuh apakah sudah ketemu atau belum," katanya dalam wawancara eksklusif dengan detikcom, dikutip Senin (14/8/2023).
"Lalu dengan adanya hilirisasi, industrialisasi, dan lain-lain namanya. Itu ada pembukaan lapangan pekerjaan di sini. Tapi cukup nggak di situ?" lanjutnya.
Menurutnya, Indonesia sedang mendapatkan bonus demografi, yang mana mayoritas penduduknya adalah anak muda. Oleh karena itu pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan, dan mengkombinasikannya dengan kesempatan pekerjaan yang tersedia.
Selain penciptaan lapangan kerja dalam negeri, ia juga menyebut penting untuk melihat kesempatan yang tersedia di luar negeri. Pasalnya banyak negara yang membutuhkan tenaga hospitality dan merekrut SDM dari Indonesia.
Adapun PR yang kedua adalah pemerataan kesehatan. Ia menilai percuma jika hanya berbicara lapangan pekerjaan namun masyarakatnya tidak sehat. Apalagi bonus demografi akan berakhir di 2038, yang mana masyarakat Indonesia didominasi kalangan tua.
"Ini yang saya rasa penting sekali, kesehatan ini penting kenapa? Ingat 2038 ketika ini berbalik, keuangan untuk kesehatan itu bisa juga membuat negara tidak punya uang. Nah ini jadi pemerataan kesehatan," tuturnya.
Ketiga, adalah pemerataan pendidikan. Pendidikan harus menyesuaikan dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Bahkan menurutnya, bisa saja Indonesia sebenarnya tidak membutuhkan tingkat pendidikan tinggi, melainkan pendidikan vokasi.
"Ketiga, kembali pemerataan pendidikan. Di mana kita harus pastikan bahwa pendidikan yang ada, tadi sudah saya sebutkan yang pertama, match dengan pekerjaan, atau memang kita ini tidak perlu pendidikan tinggi tapi lebih banyak pendidikan yang vokasi. Itu negara-negara itu sudah ada seperti Jerman," bebernya.
Keempat, adalah terkait dengan daya beli yang harus terjangkau oleh masyarakat. Pemimpin harus bisa memastikan semua masyarakat bisa membeli kebutuhannya secara terjangkau.
"Nah tentu yang terakhir tidak kalah pentingnya adalah cost of living. Bahwa daya beli harus ada, kehidupan masyarakat juga terjangkau. Bukan berarti kita menjadi sosialis, tetapi kita harus memastikan kepada masyarakat luas mereka dapat mereka bisa. Karena negara ini kan bagian dari kita semua bukan hanya bagian seseorang atau bagian kelompok. Nah ini yang saya rasa tidak mudah," pungkasnya.
(eds/eds)