Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengenang masa-masa kuliah saat belum ada gempuran kemudahan transaksi dan investasi seperti sekarang. Saat itu transaksi uang saku dari orang tuanya masih harus melalui PT Pos.
Sri Mulyani menjadi anak kos saat mengejar gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Indonesia (UI) tahun 1980-an. Dia mengaku menerima uang saku dari orang tua Rp 15.000/bulan dan disimpan di lemari.
"Saya dulu mahasiswa kos-kosan, uang saku dari orang tua almarhum hanya Rp 15.000/bulan. Bukan ditransfer seperti mobile banking, di UI Salemba itu ada kantor pos di depan, saya ambil, nggak saya masuki ke tabungan, (tapi) masuklah di lemari, ditaruh di bawah koran tempat (alas) baju saya," katanya, Senin (14/8) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, tantangan transaksi keuangan dan aksesnya disebut tidak seberat saat ini karena uangnya berbentuk fisik sehingga dapat dilihat besarannya ketika ingin menggunakan. Sedangkan saat ini, tabungan anak muda hanya berbentuk nominal dan transaksinya mudah dengan bantuan sistem digital dan elektronik.
"Jadi nggak tahu tiba-tiba habis. Kalau dulu karena kita uangnya fisik, dilihat oh buat naik bemo berapa, makan siang berapa, masih sisa berapa. Jadi konteksnya berubah, tapi hari ini juga Anda bisa investasi ke macam-macam, dulu waktu kami mahasiswa baru diajari trading saham," ucapnya.
Atas perubahan ini, Sri Mulyani mengingatkan bahwa literasi keuangan menjadi sangat penting agar generasi muda dapat mengelola keuangan dan diinvestasikan di tempat aman. Hal itu sebagai bekal hidup dan untuk menjaga hasil kerja yang sudah dilakukan.
"Banyak choice-nya yang bisa Anda pilih, yang paling penting Anda tahu karakter dari yang Anda investasikan. Makanya membutuhkan literasi," ucapnya.
(eds/eds)