Rusia merupakan pemasok utama gandum di dunia, namun akibat terkena sanksi karena perang melawan Ukraina, ekspor gandum Rusia terhambat.
Kondisi tersebut menjadi salah satu pembahasan utama dalam pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-55 yang dilanjutkan dengan pertemuan AEM-Russian Consultation.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) selaku AEM Chair dalam sambutannya mengatakan, Federasi Rusia sebagai mitra dagang penting bagi ASEAN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zulhas menjelaskan pertemuan tersebut membahas implementasi kerja sama perdagangan dan investasi antara Rusia dan ASEAN. Pasokan pertanian seperti gandum juga dibahas dalam agenda tersebut.
"Yang kita bahas implementasi kerja sama perdagangan dan investasi ASEAN dengan Rusia. Seperti workshop ASEAN-Rusia e-commerce, pasokan pertanian dari Rusia ke ASEAN, ya kan gandum banyak tuh. Workshop ASEAN sektor pariwisata, konektivitas via penerbangan langsung. Keamanan digital khususnya e-payment dan animasi kreatif," ujar Zulhas di sela-sela rangkaian AEM di Padma Hotel, Semarang, Senin (21/10/2023).
Sebagai informasi, Rusia telah menarik diri dari kesepakatan ekspor gandum dan melancarkan serangan militernya ke Ukraina. Ukraina sebagai salah satu produsen gandum dunia tidak lagi mengekspor biji-bijian, termasuk gandum, melalui Laut Hitam.
Saat dikonfirmasi apakah Rusia menawarkan ekspor gandumnya, Zulhas menyebut realisasinya sulit. Pasalnya Rusia terkena sanksi perbankan dari Barat yang mempengaruhi sistem keuangan internasionalnya. Solusinya, kata Zulhas, gandum Rusia bisa diimpor dari India atau China. Adapun Rusia, China dan India tergabung di kelompok BRICS.
"Ya tadi memang tidak mudah sekarang kan karena ada sengketa itu termasuk pembayarannya. Tadi kami diskusi kalau mau lebih mudah bisa melalui India atau Tiongkok (China) itu bisa lebih mudah. Karena kita dengan India dan Tiongkok nggak ada masalah," jelasnya.
Namun Zulhas menyebut pasokan gandum sebenarnya tetap tersedia dari negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Australia. Menurutnya tidak ada masalah terkait hal tersebut.
"Langsung (dari Rusia) sulit, tapi kan kita gandum nggak ada masalah, Kanada Banyak, Australia banya, AS banyak, jadi nggak ada masalah," tegasnya.
"Ya tadi memang tidak mudah sekarang kan karena ada sengketa itu termasuk pembayarannya, tadi kami diskusi kalau mau lebih mudah bisa melalui India atau Tiongkok, itu bisa lebih mudah. Karena kita dengan India-Tiongkok nggak ada masalah," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal, Departemen Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Proyek Khusus, Kementerian Kerja Sama Ekonomi Federasi Rusia Nikita Kondratyev dalam sambutannya mengatakan, omzet perdagangan antara ASEAN dan Rusia meningkat 20% dan menyentuh US$ 20 miliar pada 2022. Jumlah tersebut adalah yang tertinggi sejak 2014.
"Menurut Bank Pembangunan Asia, Pertumbuhan PDB rata-rata negara-negara ASEAN pada tahun 2022 lebih dari 5,6% pada tahun 2021, omzet perdagangan ASEAN Rusia meningkat sebesar 20% dan mencapai US$ 20 miliar. Ini tingkat tertinggi sejak 2014," jelasnya.
Sementara itu di semester I 2023, omzet perdagangan Rusia dan ASEAN mengalami peningkatan 3,6% dibanding paruh pertama tahun 2023. Dan selama 5 tahun terakhir, investasi ke ASEAN meningkat tiga kali lipat.
(ily/rir)