Asisten KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) Pangihutan Marpaung mengatakan setiap pegawai negeri sipil (PNS) pria yang ingin menceraikan istrinya, wajib untuk memberikan sebagian gajinya kepada sang mantan.
Hal ini sebagaimana yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi PNS, yang kemudian disempurnakan menjadi PP Nomor 45 Tahun 1990.
Secara khusus dalam Pasal 8 aturan tersebut disampaikan apabila PNS pria mengajukan perceraian maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk membiayai kehidupan mantan istri serta anak-anaknya. Namun Hal ini tidak berlaku untuk PNS wanita yang menceraikan suaminya.
"Ini memang di PP (nomor) 10 (tahun 1983) juncto PP (nomor) 45 (tahun 1990), di sini kalau (perceraian terjadi atas) kehendak pria, itu memang harus membagi gaji. Sepertiga untuk anak dan sepertiga untuk mantan istrinya," jelas Pangihutan dalam sebuah webinar, Rabu (30/8/2023).
Lebih lanjut Pangihutan menegaskan bahwa pembagian gaji yang dimaksud bukan hanya gaji pokok, melainkan seluruh penghasilan PNS (gaji dan seluruh tunjangannya).
"Di peraturan ini gaji itu bukan hanya gaji pokok, semua penghasilan. Oleh karena itu mungkin kalau disampaikan ini ke teman-teman PNS pria yang akan menceraikan istrinya, dia akan mikir ini," pungkasnya.
Pemberian pembagian gaji ini sendiri tidak dilakukan oleh PNS yang bersangkutan, namun melalui bendaharawan gaji di Kementerian/Lembaga (K/L) tempat yang bersangkutan bertugas. Artinya sebagian gajinya ini akan langsung dipotong oleh K/L untuk dikirim ke mantan istri dan anak.
"Jelas di aturan ini disampaikan bahwa pembagian gaji itu bukan si suami yang mentransfer, bukan. Langsung bendaharawan gaji yang mentransfer ke mantan istrinya dan anaknya," ungkap Pangihutan.
Bila PNS yang bersangkutan menolak atau tidak ingin membagi gajinya sesuai aturan yang berlaku, maka ia dapat dikenakan sanksi hukuman disiplin berat.
Jenis hukuman disiplin berat yang dimaksud dapat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
(fdl/fdl)