Salah satu maskapai penerbangan terbesar asal Australia Qantas Airways memperkirakan tagihan bahan bakar akan melonjak menjadi A$ 2,8 miliar dari A$ 200 juta. Hal ini akan terjadi jika lonjakan harga bahan bakar sebesar 30% sejak bulan Mei terus berlanjut.
"Perusahaan ini akan terus menanggung biaya yang lebih tinggi, tapi akan memantau harga bahan bakar dalam beberapa minggu ke depan. Jika harga saat ini bertahan, akan melakukan penyesuaian," kata Qantas dikutip dari reuters, Senin (25/9/2023).
Lebih lanjut lagi, pihak Qantas mengatakan perubahan yang diambil bertujuan untuk menyeimbangkan pemulihan biaya yang lebih tinggi dengan pentingnya perjalanan terjangkau di mana tarif sudah dinaikkan," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di bawah kepemimpinan CEO baru, maskapai tersebut berusaha untuk memilih jalan antara meyakinkan pelanggan dan investor. Mereka menanggapi secara serius keluhan mengenai masalah layanan yang meluas dan memberi tahu investor bahwa hal itu dapat menahan lonjakan biaya bahan bakar, terkait dengan tingginya pasokan minyak.
Sebelumnya, maskapai penerbangan yang menjual tiga dari lima tarif domestik Australia ini mengalami penurunan reputasi di pasar dalam negeri. Hal ini dikarenakan penanganan pemulihan pasca pandemi membawa pembatalan penerbangan dan laporan kehilangan bagasi.
Qantas Airways juga mengumumkan akan menggelontorkan A$ 80 juta atau setara dengan Rp 791,5 miliar (Asumsi kurs Rp 9.892) untuk peningkatan kualitas layanan. Angka ini di bawah jumlah yang telah ditentukan sebelumnya yaitu sebesar A$ 150 juta atau setara dengan Rp 1,48 triliun.
Hal ini membuat harga sahamnya turun 2,5% ke level terendah dalam satu tahun terakhir. Banyak investor yang mempertanyakan kinerja perusahaan dan bagaimana cara perusahaan untuk meraup laba, karena biaya operasional yang semakin tinggi.
Qantas menyebutkan dana tambahan ini digelontorkan untuk mengatasi berbagai masalah pada layanan pelanggan. Selain itu perusahaan juga berupaya untuk melakukan perbaikan baik dari sisi sumber daya hingga teknis.
Selain itu perusahaan juga sedang memulihkan masalah operasional yang sebelumnya terjadi dan meningkatkan kualitas katering di penerbangan.
Bulan lalu regulator antimonopoli menggugat Qantas dengan tuduhan menjual ribuan tiket penerbangan yang sudah dibatalkan pada tahun 2022. Qantas juga kalah dalam gugatan serikat pekerja ketika Pengadilan Tinggi memutuskan pemecatan ribuan staf lapangan pada tahun 2020 merupakan tindakan ilegal.
Analis RBC Capital Markets Owen Birrell mengatakan maskapai tersebut kemungkinan akan menanggung biaya bahan bakar yang lebih tinggi sampai target marginnya berada di bawah tekanan. Kemudian untuk mengurangi biaya tersebut melalui pengurangan kapasitas dan tarif yang lebih tinggi.
"Kami tidak yakin perubahan pendapatan secara signifikan mungkin terjadi, mengingat meningkatnya persaingan, meningkatnya tekanan biaya konsumen atau bisnis, dan masuknya kembali investasi pada produk atau platform," ujar dia.
Lihat juga Video: Air Bisa Jadi Bahan Bakar? Ini Kata BRIN