Obat golongan fitofarmaka penggunaannya terus didorong oleh Kementerian Kesehatan. Salah satunya dengan cara memasukkan obat-obatan herbal ke dalam e-katalog pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Ketua Tim Kerja Seleksi Fitofarmaka Kemenkes, Ninik Haryati menuturkan pada UU Kesehatan pasal 1 dijelaskan bahwa sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat bahan alam, dan bahan obat bahan alam.
"Artinya untuk obat bahan alam tidak hanya dari tumbuhan tapi bisa hewan dan jasad renik. Penggolongan obat bahan alam, salah satunya adalah fitofarmaka," jelas Ninik dalam keterangannya, Senin (9/10/2023).
Dalam e-katalog sektoral, Kemenkes sendiri sudah memfasilitasi melalui etalase fitofarmaka dan obat herbal terstandar. Satuan kerja pemerintah yang akan melakukan pengadaan, bisa langsung ke etalase tersebut.
Menurut data dari Kemenkes, belanja fitofarma dan obat herbal terstandar di tahun 2023 mencapai Rp 11,9 miliar yang berasal dari 103 rumah sakit (RS) pemerintah dan 118 dinas kesehatan.
Oleh rumah sakit ada belanja senilai Rp 2,6 miliar untuk fitofarmaka dan Rp 1,8 miliar untuk obat herbal, sedangkan dari Dinas-dinas Kesehatan daerah sebesar Rp 6,3 miliar untuk fitofarmaka dan Rp 1,2 miliar untuk obat herbal.
Kemenkes sudah memfasilitasi adanya Rencana Kerbutuhan Obat (RKO) untuk fitofarmaka, sehingga Puskesmas pun bisa mengajukan RKO ke Dinkes setempat.
Di sisi lain, Permenkes 6/2022 tentang Pemanfaatan Dana Kapitasi, Kemenkes telah meluncurkan formularium fitofarmaka yang dapat digunakan sebagai acuan penggunaan fitofarmaka di fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam formularium tersebut, ada lima fitofarmaka, salah satunya berkhasiat sebagai imunomodulator berbahan baku meniran.
Penerapan Formularium Fitofarmaka menggunakan Dana Alokasi Khusus dan Dana Kapitasi sesuai dengan kewenangan dan dapat digunakan di FKTP/Puskesmas dan juga Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan / Lanjutan (FKTRL) seperti klinik utama atau yang setara.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Kesehatan Laksono Trisnantoro mengungkap saat ini fitofarmaka memiliki khasiat setara obat. Maka dari itu Laksono menyatakan bahwa fitofarmaka sebenarnya dapat dibiayai oleh BPJS Kesehatan.
"Pemanfaatan fitofarmaka bisa didanai BPJS Kesehatan," imbuh Laksono.
Di sisi lain, Plt. Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eka Purnamasari mengingatkan saat ini sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 6/2022 yang diterbitkan untuk pemanfaatan dana di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah dalam penggunaan fitofarmaka.
Dengan beleid itu, fasilitas kesehatan juga bisa menggunakan dana alokasi khusus. Kemenkes juga telah membuka etalase fitofarmaka dan obat herbal terstandar dalam e-Katalog.
"Belanja fitofarmaka dan OHT mencapai Rp 11,9 miliar di faskes pemerintah. Kemenkes berharap adanya peningkatan penggunaan fitofarmaka di fasilitas kesehatan," kata Eka.
(hal/kil)