Hal tersebut dilakukan agar seluruh terminal peti kemas memiliki standar yang sama dalam melakukan kegiatan pelayanan operasional.
"Para pekerja operasional diberikan pemahaman yang sama tentang basic operasional terminal peti kemas, termasuk juga proses yang terjadi di dalam kegiatan operasional. Mereka juga akan magang kerja di terminal yang sudah standar, seperti di IPC TPK, JICT maupun TPK Koja untuk melihat dan bekerja langsung di sana sebelum kembali ke terminal asal," kata Adji dalam keterangan tertulis, Senin (30/10/2023).
Tak hanya itu, pihaknya juga melakukan pemenuhan kebutuhan minimal atas fasilitas dan peralatan di terminal. Perbaikan dermaga, lapangan penumpukan dan perbaikan fasilitas lainnya dilakukan oleh perseroan.
Untuk peralatan terminal, PT Pelindo Terminal Petikemas melakukan pola optimalisasi aset dengan memanfaatkan peralatan yang sudah tersedia.
"Dengan optimalisasi aset kita dapat memaksimalkan alat yang dimiliki oleh Pelindo Group. Bisa jadi sebuah alat di satu terminal kurang maksimal sementara di terminal lain alat tersebut sangat dibutuhkan, sehingga kita pindahkan alat tersebut. Pemenuhannya lebih cepat, berbeda jika harus pengadaan baru membutuhkan waktu yang cukup panjang," ucapnya.
Sementara itu, perusahaan pelayaran PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) menyebut biaya operasional yang dikeluarkan saat kapal bertambat di Terminal Peti Kemas (TPK) Jayapura-Papua mengalami penghematan hingga 30 persen.
Branch Manager SPIL Cabang Jayapura Slamet Sampurno mengungkapkan penghematan biaya ini terutama disebabkan oleh pengurangan biaya pendukung operasional seperti logistik dan bahan bakar untuk mesin pembangkit kapal.
Selain itu, biaya tambat yang sebelumnya memakan waktu 2-3 etmal kini hanya memerlukan 0,5-1 etmal. Penghematan ini disebabkan oleh percepatan kegiatan bongkar muat peti kemas di TPK Jayapura yang dijalankan oleh PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP).
"Setelah pengoperasian TPK Jayapura oleh PT Pelindo Terminal Petikemas, kegiatan bongkar muat semakin cepat. Sekarang rata-rata untuk bongkar muat 500 boks peti kemas butuh waktu 11 jam. Kalau dulu biasanya butuh waktu hingga 30 jam," kata Slamet.
Slamet mengungkapkan percepatan bongkar muat karena layanan TPK Jayapura yang lebih baik. Salah satunya dengan penerapan operasional berbasis planning and control.
Menurutnya, kegiatan bongkar muat dan pemuatan peti kemas di lapangan penumpukan telah terencana dengan baik. Termasuk juga respon petugas saat ada kendala alat saat kegiatan bongkar muat sedang berlangsung.
Selain itu, keberadaan Integrated Billing System (IBS) yang menjadikan layanan terminal dapat diakses secara daring juga sangat membantu para pengguna jasa. Dengan adanya IBS, Slamet dapat memantau produktivitas kegiatan bongkar muat yang sedang dilakukan di dalam terminal.
"Pembayaran tagihan jasa terminal juga dilakukan melalui IBS, kami tidak perlu lagi antre untuk membayar biaya tersebut di loket TPK Jayapura," lanjut Slamet.
Sementara itu, Direktur PT Serakoy Raya Ernest Montolalu selaku pelaku usaha Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) atau forwarding menyebut layanan pengurusan dokumen dilakukan secara daring dan proses pengambilan barang semakin mudah, cepat dan tersistem dengan baik.
Hal ini karena ada sistem IBS yang menampilkan informasi kepada pengguna jasa tentang jadwal kedatangan kapal, bahkan informasi posisi barang.
"Jujur saja, dulu layanan di TPK Jayapura sangat parah, pengurusan dokumen lama, antre sampai berhari-hari, menyita waktu dan biaya operasional jadi membengkak. Begitu juga pengaturan atau penataan kontainer tidak teratur seperti saat itu, sehingga sopir kalau mau ambil barang harus mencari dulu barangnya," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala PT Tanto Intim Line Cabang Sorong Slamet Riyanto yang mengakui layanan TPK Sorong semakin baik.
Sebelumnya, kunjungan kapal Tanto ke TPK Sorong hanya 3 kapal per bulan, saat ini rata-rata menjadi 5 kapal per bulan. Kecepatan bongkar muat juga diakui terjadi penghematan biaya operasional.
"Rata-rata bongkar muat bisa mencapai 30 boks per jam, artinya sekarang kapal kami lebih cepat berangkat berlayar kembali, karena tidak lebih dari 24 jam," jelasnya.
(anl/ega)