Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan terkait penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
Seperti dikutip detikcom, Selasa (28/11/2023), pada Pasal 1 Ayat 1 PP tersebut dijelaskan, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Kemudian di Ayat 2 disebutkan, menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Di Pasal 2 Ayat 1 dijelaskan, demi kepentingan negara, menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama 6 bulan sejak tanggal surat permintaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan Penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan," bunyi pasal tersebut.
Pada Pasal 2 Ayat 2 tertulis, penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 hanya dilakukan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Berikutnya, di Pasal 3 Ayat 1 disebutkan, dalam penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 2 penyidik memberitahukan kepada tersangka bahwa yang bersangkutan dapat mengajukan penghentian penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara dengan membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 2.
"Dalam hal tersangka bermaksud mengajukan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tersangka menyampaikan permohonan penghentian penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk," bunyi Pasal 3 Ayat 2.
Disebutkan pada Pasal 4 Ayat 1, berdasarkan permohonan tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat 2, menteri atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian permohonan untuk memastikan tindak pidana yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 2 dan besaran sanksi administratif berupa denda yang harus dibayar. Lalu, di Ayat 2 tertulis, dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 memenuhi ketentuan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada tersangka surat persetujuan atas permohonan penghentian penyidikan berikut besaran sanksi administratif berupa denda yang harus dibayar dan batas waktu pembayaran.
Sementara, pada Pasal 4 Ayat 3 menyatakan, dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak memenuhi ketentuan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada tersangka surat penolakan atas permohonan penghentian penyidikan dengan disertai alasan.
"Tersangka membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ke rekening Pemerintah yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang.ditunjuk," bunyi Pasal 5.
PP ini ditetapkan di Jakarta 22 November 2023 dan diteken Presiden Jokowi. PP tersebut diundangkan pada tanggal yang sama dan diteken Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
(acd/das)