Mengulik Penyebab Inflasi Indonesia 2,61% Terendah dalam 20 Tahun

Mengulik Penyebab Inflasi Indonesia 2,61% Terendah dalam 20 Tahun

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 03 Jan 2024 06:00 WIB
Uang Rupiah Baru
Ilustrasi/Foto: Muhammad Ridho
Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap secara historis, inflasi 2023 menjadi yang terendah selama 20 tahun terakhir. Adapun tingkat inflasi 2023 sebesar 2,61%.

"Inflasi bulanan 0,14% ini angkanya lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi lebih rendah dengan inflasi Desember 2021 dan 2022. Lalu di periode terdampak pandemi 2020 dan 2021. Inflasi tahun 2023 merupakan inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir," ungkap Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Selasa (2/1/2024).

Berdasarkan kelompok pengeluaran inflasi tahunan terbesar terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau yaitu sebesar 6,18% dan memberikan andil sebesar 1,6% terhadap inflasi umum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Amalia menjelaskan rendahnya tingkat inflasi 2023 karena komponen inti inflasi cenderung turun. "Di sisi lain administered price menurun, sejak terakhir naik cukup drastis pada November 2022," ungkap dia.

Selain itu, gejolak harga pangan juga tercatat masih naik dan turun akibat fenomena El Nino. Meski begitu, dilihat dari andil inflasinya, harga pangan di Indonesia pada Januari sampai Desember 2023 cenderung turun.

ADVERTISEMENT
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar WidyasantiPlt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti Foto: Dok. BPS

Konsumsi Loyo

Melihat data tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan terlalu rendahnya tingkat inflasi disebut menunjukkan tingkat konsumsi melemah.

"Kalau kita lihat ini rendahnya (inflasi) sejak dua kuartal ini, atau semester II ini. Saya melihat tren memang mengalami penurunan pada daya beli masyarakat, pada permintaan barang dan jasa yang cenderung turun. Hal ini ditandai dengan sumbangan konsumsi masyarakat terhadap ekonomi menurun," kata Tauhid kepada detikcom.

Menurunnya tingkat konsumsi juga seiring naiknya harga beberapa komoditas, terutama pangan. Jadi, ketika pedagang menaikkan harga, masyarakat mengurangi konsumsi.

"Masyarakat tidak sanggup beli barang yang naik sehingga kenaikannya diiringi daya beli rendah. Inflasi ini kan faktor pertumbuhan ekonomi tetapi kalau terlalu rendah itu jadi kelemahan ekonomi kita yang menandakan turun," jelasnya.

Senada, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, rendahnya inflasi 2023 karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi naik bertahap dan ada tekanan pada sisi permintaan yang menurun dibandingkan 2022.

"Bisa dilihat dari inflasi inti 1,8% yoy jauh lebih rendah dibanding Desember 2022 yang mencapai 3,36%. Inflasi inti bisa mencerminkan permintaan masyarakat secara agregat masih rendah tahun 2023," ungkap dia.

Tren konsumsi turun. Cek halaman berikutnya.

Tren Konsumsi Turun

Pada laporan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2023 lalu, BPS mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% secara tahun ke tahun. Pertumbuhan itu disebut di bawah target 5%.

Adapun salah satu penyebabnya adalah turunnya tingkat konsumsi pemerintah dan rumah tangga. BPS mencatat konsumsi pemerintah kontraksi 3,76% dengan kontribusi 7,16%.

Terkontraksinya konsumsi pemerintah karena adanya penurunan belanja pegawai, belanja barang dan belanja bantuan sosial. Ditambah ada pergeseran pencairan gaji ke-13 Aparatur Sipil Negara (ASN), dari yang biasanya di kuartal III menjadi kuartal II.

Positifnya adalah konsumsi rumah tangga masih tumbuh 2,63% sehingga menjadi motor utama penggerak ekonomi Indonesia. Namun angka itu disebut masih relatif kecil dari pertumbuhan konsumsi pada sebelumnya.

"Konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 2,63%. Kontribusi ini sebenarnya relatif kecil dibandingkan dengan triwulan lalu karena konsumsi rumah tangga telah mencapai puncaknya biasanya di triwulan II-2023," ucap Amalia pada konferensi pers Senin (6/11/2023) lalu.


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads