Bumi disebut makin panas. Karena itu dibutuhkan rehabilitasi hingga puluhan ribu hektar lahan. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut mengungkapkan berdasarkan data Copernicus Climate Change Service (C3S) Uni Eropa mencatat selama 12 bulan berturut-turut bumi telah mengalami suhu lebih panas 1,5 derajat celsius dibandingkan era pra industri 1850-1900. Fenomena menjadi yang pertama kalinya dalam catatan sejarah.
Program ini menggandeng Bank Dunia (World Bank) dan sejumlah pihak terkait, seperti kementerian/lembaga, TNI Angkatan Darat. Selain melakukan rehabilitasi, Luhut menjelaskan juga akan fokus mengkonversi 400 ribu hektare mangrove. Konversi mangrove ini sebagai bagian rencana besar Rehabilitasi 600 ribu hektare Mangrove di Kawasan Pesisir.
"Ini adalah sebuah 'wake up call' bagi kita semua untuk melakukan upaya mitigasi dalam mengurangi emisi karbon," kata Luhut dikutip melalui akun Instagram pribadinya, @luhut.pandjaitan, Senin (26/2/2024).
Lebih lanjut, Luhut menyebut eksistensi mangrove sangat penting dalam penyerapan karbon yang lebih tinggi secara alami. Untuk itu, dapat dimanfaatkan untuk transformasi ekonomi hijau sekaligus ke karbon biru yang lebih ramah lingkungan serta berkelanjutan.
Dia menilai hal tersebut menjadi penting mengingat Indonesia berkomitmen mengendalikan perubahan iklim global. Dia berharap rehabilitasi mangrove dapat mendukung penurunan emisi sesuai dokumen kontribusi nasional (NDC).
"Saya melihat keberhasilan program ini akan dicapai jika integrasi seluruh stakeholder mampu memberdayakan masyarakat di sekitar pesisir. Dengan begitu ekosistem mangrove di pesisir Indonesia tidak hanya menjadi tempat penyimpanan karbon, tetapi juga mampu menjadi sumber alternatif baru mata pencaharian bagi masyarakat sekitar ekosistem mangrove berada," jelasnya.
Adapun dampak negatif dari meningkatnya suhu bumi, seperti gelombang panas, kekeringan, banjir, hingga kelangkaan air.
(kil/kil)