Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta seluruh gubernur beserta jajarannya mengupayakan perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten atau kota membayar THR keagamaan sesuai aturan. Ia menegaskan pembayaran THR tersebut harus dibayarkan lebih awal dan tidak boleh jatuh tempo.
Agar pembayaran tersebut dapat terlaksana dengan sistematis dan terpantau, Ida meminta gubernur agar membentuk Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 di masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang terintegrasi melalui website https://poskothr.kemnaker.go.id
Selain mengimbau para gubernur untuk membentuk posko, Kemnaker sendiri membuka Posko THR untuk melayani konsultasi perhitungan THR peserta pengaduan secara fisik atau tatap muka, dan juga secara online. Adapun secara online, masyarakat dapat menghubungi via poskothr.kemnaker.go.id, menghubungi call center 1500-630, atau whatsapp 08119521151.
"Dengan dikeluarkannya SE ini kami juga membuka posko THR keagamaan ini, yang ada di gedung sebelah (Kemnaker)," ucap Ida dalam keterangan tertulis, Senin (18/3/2024).
Lebih lanjut Ida mengungkapkan pihaknya telah meresmikan Surat Edaran Nomor M/2/HK.04/III/2024 mengenai Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.Dalam surat tersebut,THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
"THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Sekali lagi saya pertegas kembali, THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini," ungkapnya.
Ida juga menegaskan perusahaan wajib memberikan THR sesuai aturan yang berlaku dan tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
THR Keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), termasuk pekerja atau buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
Adapun bagi pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan bagi pekerja maupun buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja bulan dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.
Ida menyatakan bahwa terkait upah 1 bulan, terdapat pengaturan khusus bagi pekerja/buruh dengan perjanjian kerja harian lepas. Bila pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Sedangkan bagi pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.
"Sedangkan untuk pekerja ataupun buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan," ucapnya.
Sementara itu, bagi perusahaan yang dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), Perjanjian Kerja Bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundang-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh tersebut sesuai dengan PK, PP, PKB, atau kebiasaan.
Simak Video "Ingat! Pengusaha Wajib Beri THR Paling Lambat H-7 Lebaran"
(akn/ega)