Bersih-bersih Industri Bank Perekonomian Rakyat

Kolom

Bersih-bersih Industri Bank Perekonomian Rakyat

Abdul Mongid - detikFinance
Selasa, 19 Mar 2024 09:53 WIB
Ilustrasi THR
Foto: Dok. Istimewa
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam beberapa tahun terakhir gencar melakukan konsolidasi industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Jumlah BPR sepanjang 2023 menurun sebanyak 33 BPR yang sebagian besar karena penggabungan atau peleburan dengan BPR lain, ataupun dalam satu grup kepemilikan yang dilakukan untuk penguatan permodalan.

Selain merger, OJK juga sudah mencabut izin usaha empat BPR pada 2023 dan tujuh BPR sampai Maret 2024 sebagai bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.

Merger dan pencabutan izin usaha sejumlah BPR merupakan bagian komitmen OJK dalam menegakkan integritas sistem keuangan guna menyehatkan industri perbankan khususnya BPR sesuai Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Upaya OJK mendorong penguatan dan konsolidasi BPR sebelumnya telah dilakukan dengan mengeluarkan POJK 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR. BPR diminta untuk memenuhi modal inti minimal Rp6 miliar paling lambat akhir 2024.

Menurut catatan OJK, jumlah BPR yang memiliki modal inti di atas Rp 6 miliar mengalami peningkatan dari sebelumnya sejumlah 1.076 BPR kini menjadi 1.190 BPR.

ADVERTISEMENT

Kebijakan konsolidasi BPR yang dilakukan OJK bertujuan untuk terus memperkuat peranan 'bank ndeso' yang jumlahnya sangat banyak dan berada di tengah persaingan dengan bank-bank umum yang memiliki fasilitas layanan digital yang lebih maju.

Di tengah persaingan tersebut dan tantangan perekonomian yang berat, industri BPR masih dapat tumbuh sepanjang 2023. Pertumbuhan tersebut dicerminkan oleh peningkatan total aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan dana masing-masing sebesar 7,52%, 9,57%, dan 8,63%.

Lanjut ke halaman berikutnya

Pengembangan non regulatory

Penguatan industri jasa keuangan dalam sejarahnya tidak akan sukses dengan mengandalkan aspek regulatory saja. Komitmen OJK memperkuat industri BPR harus diwujudkan juga dalam bentuk pendekatan-pendekatan non-regulatory. Saat ini, industri memerlukan intervensi dari aspek teknikal operasional agar BPR berkembang dan bisa bersaing dengan perbankan umum.

Ada beberapa tantangan yang dirasakan pelaku industri BPR yaitu pengaturan dan pengawasan BPR sekarang sangat tegas (heavy handed) dan dianggap memberatkan karena kecenderungan menyeragamkan aturan BPR dengan bank umum sehingga biaya pemenuhan aturan (compliance cost ) mahal.

Kedua, Industri BPR juga menghadapi persaingan yang tidak mudah terutama dari bank umum yang melakukan bisnis pembiayaan kepada UMKM skala kecil yang sebetulnya paling cocok sebagai target pasar BPR. Yang ketiga yaitu perubahan model bisnis perkreditan yang terlambat diantisipasi seperti maraknya pinjaman online (Pinjol) berbasis platform tertentu telah menyebabkan sebagian pasar dari BPR tergerus.

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, OJK perlu mengidentifikasi peraturan dan beban peraturan yang sebenarnya tidak diperlukan untuk BPR. Berbagai jenis sertifikasi wajib mungkin perlu dikaji atau diganti dengan pelatihan resmi yang dilakukan oleh OJK. Atau untuk sertifikasi dilihat juga skala usaha BPR.

Bantuan teknis semacam Profi-Project (PromotionofSmallFinancial. Institutions) Tahap II sangat penting terutama untuk BPR khususnya yang pertumbuhan asetnya di bawah rata rata secara terus menerus. Proyek semacam ini juga bisa membantu pengembangan produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta membantu pengelolaan risiko dan tata kelola BPR yang kurang komprehensif.

Pernyataan Ketua Umum Perbarindo yang mengakui jika permasalahan BPR yang ditutup lebih banyak karena adanya penyelewengan atau fraud, menggaris bawahi perlunya bantuan Teknik terkait SDM, tata kelola dan system anti Fraud.

Upaya OJK untuk terus menguatkan dan mengembangkan industri BPR harus diapresiasi, termasuk rencana OJK mengeluarkan peta jalan (roadmap) pengembangan BPR dalam waktu dekat. Peta jalan ini tentunya akan semakin mengarahkan industri BPR menjadi sesuai harapan OJK, yaitu menjadikan industri BPR yang sehat, kuat dan mampu menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik serta tetap mengedepankan aspek perlindungan nasabah.


Abdul Mongid
Gurubesar Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Negeri Surabaya (Unesa)



Simak Video "OJK Ajak Media Massa Jadi Duta Literasi Keuangan Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads