Pengusaha menyampaikan sinyal-sinyal buruk yang berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan sinyal-sinyal ini membuat dunia usaha berada dalam kondisi tertekan.
Sinyal pertama yang bisa menghambat adalah situasi geopolitik global.
"Yang menjadi challenge adalah kemudian ekonomi global sendiri bagaimana? Kita tahu kondisi di global itu memang tidak baik karena kita melihat situasi geopolitik banyak pengaruhnya ya kepada kita di Indonesia," ucap Shinta kepada detikcom, ditulis Kamis (4/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Shinta kemudian mencontohkan sejumlah persoalan geopolitik tersebut adalah konflik Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina. Gara-gara hal tersebut, ia mengatakan rantai pasokan global kini terganggu.
Salah satunya terlihat di Laut Merah. Akibat serangan yang diluncurkan Milisi Houthi terhadap berbagai perusahaan perkapalan yang disinyalir pro terhadap Israel, berbagai perusahaan kini kesulitan untuk mendistribusikan barang ke berbagai negara. Hal ini disebutnya bakal mengancam kinerja industri logistik serta arus distribusi barang ke Indonesia.
"Dengan adanya konflik di Israel-Palestina, itu logistik dan ini pengaruhnya tinggi sekali karena itu jadi jauh lebih tinggi cost-nya. Hal-hal semacam itu pasti ada pengaruhnya juga ke Indonesia," jelasnya.
Sinyal kedua, founder dari Sintesa Group tersebut bilang adalah menurunnya permintaan global. Sebagai salah satu negara ekspor, Indonesia bisa terdampak signifikan karena melemahnya permintaan dari luar negeri.
Sementara sinyal ketiga, adalah terganggunya situasi pangan karena harga berbagai komoditas pokok meroket. Walhasil, ia menjelaskan saat ini banyak pengusaha yang khawatir melihat prospek perekonomian di masa yang akan datang.
"Kita melihat di pelaku yang ada di lapangan, ini yang tidak baik-baik saja. Dan mungkin kekhawatiran kita lebih ke depan, di 2024 ini, kemudian di tahun depan seperti apa, itu yang menjadi kekhawatiran dari pelaku," sambungnya.
Fakta bahwa Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata global memang menjadi hal yang patut diapresiasi. Namun menurut Shinta, angka 5% yang diraih saat ini masih jadi tanda tanya untuk kecukupan penciptaan lapangan kerja di dalam negeri.
"Ada hal yang lebih penting, apakah 5% itu cukup untuk Indonesia tumbuh? Nah ini mungkin pertanyaan yang juga sangat penting, karena kita faktornya pada penyerapan tenaga kerja dan lain-lain, ini yang saya rasa menjadi topik yang juga penting." jelasnya.
(kil/kil)