Konflik Israel-Iran Bikin Dunia Waswas, Sri Mulyani Ingatkan RI Bisa Kena Imbas

Konflik Israel-Iran Bikin Dunia Waswas, Sri Mulyani Ingatkan RI Bisa Kena Imbas

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 26 Apr 2024 10:58 WIB
Konferensi Pers APBN Kita
Foto: Konferensi Pers APBN Kita
Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut saat ini konflik geopolitik yang terjadi antara Iran dan Israel membuat para pemimpin dunia dan pembuat kebijakan waswas. Pasalnya, kondisi ini berpotensi memperburuk kondisi ekonomi global.

Hal ini disampaikan oleh Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi April 2024. Sri Mulyani mengatakan, konflik geopolitik ini menjadi salah satu pokok pembahasan dalam Spring Meetings 2024 IMF-World Bank yang dihadirinya pekan lalu.

"Dunia secara geopolitik tensinya tidak menurun atau justru cenderung meningkat dan ini menciptakan risiko spill over ke perekonomian dunia," kata Sri Mulyani, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2024).

Sri Mulyani mengatakan, kondisi geopolitik global masih dan bahkan menjadi headline dari pembahasan bersama para pemimpin dunia. Bahkan kondisi ini menjadi fokus utamanya untuk para pembuatan kebijakan.

Ketegangan di Timur Tengah akibat konflik Israel-Iran menurutnya akan memberikan dampak kepada ekonomi secara signifikan. Hal ini baik dari segi peningkatan harga komoditas, nilai tukar mata uang, inflasi, hingga suku bunga global yang dipengaruhi oleh Federal Funds Rate.

"Ketegangan antara Iran-Israel meningkat bahkan terjadi ada military operation terbatas. Meskipun kita tetap berharap dan semoga ini adalah komitmen yang akan dijalankan kedua belah pihak, berusaha menghindarkan perang secara terbuka dan all out. Namun ketegangan itu dan bahkan tempat konflik militer terjadi harus diwaspadai," ujarnya.

Lebih lanjut untuk dampaknya terhadap kenaikan harga minyak, Sri Mulyani menjabarkan, harga minyak sempat menembus angka US$ 90 per barel namun kembali terkoreksi di bawah US$ 90 per barel untuk harga minyak Brent. Sekarang posisi terakhir adalah US$ 88 per barel.

"Secara year-to-date (ytd) harga minyak ini 14,3% jadi memang ada kecenderungan perlambatan kenaikan harga minyak antar Januari-Maret, bahkan sampai April ini. Hal ini tidka bisa dipungkiri karena adanya ketegangan geopolitik atau di Timur Tengah," jelasnya.

Begitu pula dengan minyak keluaran WTI, harganya sedikit di bawah Brent namun kecenderungannya sama. Kenaikannya di 17,5% ytd Januari-April 2024. Selain itu, menurutnya RI juga tetap perlu waspada untuk border distruption dari rantai pasok terutama di minyak dan gas karena kondisi di kawasan masih penuh gonjang-ganjing.

"Kecenderungan harga minyak tinggi akan mempengaruhi APBN dan perekonomian kita dan kemudian menyebabkan tekanan inflasi," imbuhnya.

Di sisi lain, dalam pertemuan tersebut juga dibahas laporan Federal Reserve tentang kondisi ekonomi AS yang masih belum kembali pulih sepenuhnya. Hal ini menyebabkan keputusan The Fed menunda penurunan suku bunga.

"Market tadinya memiliki harapan penurunan suku bunga bisa terjadi tahun 2024 ini secara beberapa kali. Dengan data terbaru, nampaknya harapan market tidak terpenuhi karena nampaknya Federal akan menjaga policy rate-nya dan mungkin penurunan baru akan terlihat apabila data sisi gross labor maupun inflasi telah pada kondisi yang meyakinkan mereka bisa melakukan adjustment," terang Sri Mulyani. (shc/das)


Hide Ads