Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) tengah menggenjot optimalisasi budidaya dan pemanfaatan sumber daya perairan RI. Hal ini bisa menjadi salah satu kunci Indonesia untuk bisa masuk ke jajaran negara maju atau high income country pada 2045.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Firman Hidayat mengatakan, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 70% wilayahnya merupakan perairan. Namun sayangnya, saat ini wilayah perairan RI belum sepenuhnya teridentifikasi.
"Kita punya 70% laut, tetapi baru 19% dari area itu yang sudah terpetakan. Jadi sisanya belum ada petanya. Itu baru petanya, belum eksplor di dalamnya ada apa. Mungkin lebih kecil (persentasenya) dari itu. Apalagi kita punya laut-laut yang sangat dalam di atas 5.000, 6.000 atau 7.000 meter," kata Firman, dalam acara Indonesia Aquaculture Business Forum 2024 kerja sama detikcom dengan KKP di Hotel Raffles Jakarta, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, Indonesia punya banyak 'harta karun' maritim yang bahkan belum terkuak sepenuhnya. Firman mengatakan, hal ini juga tergambar dari indikator Produk Domestik Bruto (PDB) maritim yang relatif rendah.
"Dilihat dari indikator PDB maritim. Share PDB maritim kita terbilang relatif rendah, kurang dari 10%, 7,6% di 2021. Bertahun-tahun lamanya pertumbuhan sektor maritim selalu lebih rendah dari sektor nonmaritim," ujarnya.
Firman sendiri menilai, apabila share PDB maritim bisa digenjot hingga melebihi sektor-sektor non maritim, maka tidak mustahil pertumbuhan ekonomi RI bisa tembus hingga 6%. Dengan demikian, maritim bisa menjadi salah satu kunci Indonesia untuk keluar dari middle income trap.
"Kalau kita bisa naikkin share PDB maritim di atas sektor-sektor non maritim, menurut saya tidak mustahil kita bisa mencapai target high income country 2045. Cuman memang teoritasnya salah satunya harus ada sektor maritim, harus benar-benar kita eksplor. Harus bener-benar kita gali ke depan untuk bisa mencapai pertumbuhan dekat-dekat 6%," terangnya.
Di samping itu, menurutnya Indonesia juga perlu mulai berfokus untuk menggali sektor, down stream dari perikanan dan akuakultur. Selain itu, juga perlu digenjot pengembangan ke arah budidaya perairan atau akuakultur dan mengurangi perikanan tangkap (capture fisheries). Harapannya, RI tidak hanya sekedar mengambil hasil laut tetapi juga mampu membudidayakannya.
Firman mengatakan, hal ini penting dalam menjamin ketahanan pangan Indonesia. Apalagi, mengingat jumlah lahan pertanian yang akan terus berkurang seiring dengan populasi dunia yang akan terus berkembang ke jumlah yang sangat besar. Di sini lah keberadaan sektor maritim penting. Namun sayangnya, secara global potensi perikanan pun juga belum dioptimalkan untuk pangan.
"Data-datanya menunjukkan seafood bisa menjadi solusi untuk dunia, 70% dunia juga adalah laut. Tetapi global food baru 20% dari laut padahal manfaatnya ada macam-macam, climate change, dan sebagainya," kata Firman.
"Dan kita bisa lihat arahannya di fisheries akan mengalami perubahan. Kalau selama ini capture fisheries yang kita andalkan, nanti ke depan aquaculture. Karena tema sustainability menjadi tema penting. Kita nggak mau capture fisheries menjadi over fishing dan segala macemnya," pungkasnya.
(shc/das)