Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan perang yang muncul di dunia tidak hanya perang militer, melainkan juga perang dagang. Akibat ketegangan geopolitik itu menimbulkan eskalasi yang luar biasa.
"Perang yang terjadi tidak hanya perang militer, perang dagang justru telah terjadi dan eskalasinya luar biasa. Dilihat dari jumlah restriksi dagang yang dilakukan atau diberlakukan antar negara, terutama antara blok di Amerika versus di RRT," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (4/6/2024).
Dari 2019, kata Sri Mulyani, ada 982 restriksi perdagangan baru yang muncul. Jumlahnya pun terus bertambah menjadi 2.491 pada 2021, 2.845 pada 2022 dan 3.000 pembatasan perdagangan diberlakukan pada 2023 dengan nilai yang tidak sedikit.
"Nilainya nggak kaleng-kaleng istilahnya. Kalau seperti tarif yang diberlakukan oleh pemerintah Presiden Biden kepada produk Electric Vehicle China, itu 4 kali lipatnya artinya mencapai 100% tarif diberlakukan," ungkap Sri Mulyani.
Kondisi ini tentu saja menimbulkan disrupsi. Di sisi lain, seluruh dunia mengakomodir industrial policy yang dulu merupakan hal tabu.
"Sekarang menjadi praktik yang normal. Semua negara memberlakukan industrial policy untuk men-secure (mengamankan) keamanan ekonomi dan industrinya masing-masing," tutur Sri Mulyani.
Contoh industrial policy adalah chip act atau undang-undang semikonduktor dan Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat (AS). IRA dari namanya, kata Sri Mulyani, tampak seperti kebijakan menurunkan inflasi, tetapi sebenarnya aturan tersebut untuk onshoring atau mengembalikan investasi asing dari negara lain, terutama China kembali ke AS.
"Dan untuk men-secure (mengamankan) supply chain atau rantai pasok untuk industri-industri strategis seperti chips maupun untuk electric vehicle," tegasnya.
Lihat juga Video: Kadin Gelar Diskusi Ekonomi: Anies-Ganjar Hadir, Prabowo Besok
(aid/kil)