Sempat Debat Panjang, Anggaran OJK Disepakati Rp 11,5 Triliun

Aulia Damayanti - detikFinance
Kamis, 27 Jun 2024 18:00 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Komisi XI DPR RI telah menyepakati anggaran atau pagu indikatif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi Rp 11,5 triliun untuk 2025. OJK pun juga telah menyetujui anggaran tersebut walaupun sempat terjadi perdebatan panjang dengan Komisi XI DPR RI.

"Kalau gitu saya ketok untuk pagu indikatif yaitu Rp 11.557.368.948.861 setuju semua? Setuju," kata Ketua Komisi XI DPR RI, Kahar Muzakir dalam rapat dengan OJK di DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024).

Komisi XI DPR RI dengan OJK sempat berdebat panjang terkait anggaran tersebut. Perdebatan itu terjadi karena anggaran yang diajukan OJK Rp 13,2 triliun. Dalam paparan yang paling menonjol dari anggaran OJK tersebut adalah anggaran kegiatan pengadaan aset mencapai Rp 2 triliun.

Anggaran pengadaan aset ini terdiri dari pembangunan, pembelian, dan penataan gedung kantor Rp 1,3 triliun, infrastruktur IT Rp 470 miliar, pengadaan aset hak guna Rp 167 miliar, dan pengadaan aset lainnya Rp 88 miliar.

"Memang yang mencoloknya bila dibandingkan 2024 di 3 pertama itu (pengacu pada data anggaran pengadaan aset,)" kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.

Kemudian keterangan Mahendra dipotong oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P. Menurut Dolfie, anggaran untuk pembangunan hingga penataan kantor sebesar Rp 1,3 triliun tidak bisa sepenuhnya disetujui karena masih ada berbagai pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan OJK.

"Bagaimana ini kita laksanakan kalau itu masih ada catatan di BPK yang kemarin kita permasalahkan. Jadi ini selesaikan dulu. Kalau nanti clear, penyelesainnya, tentu kita akan dukung. Bagaimana kita mendukung sesuatu yang belum dipulihkan masalahnya. Catatan BPK jelas. Nomor satu belum dipulihkan, kita tutup dengan langkah baru, semakin jauh pak. Jadi ini kita lihat penyelesaiannya dulu," tegas dia.

Kemudian Mahendra pun menjelaskan terkait anggaran pembangunan gedung tersebut. Anggaran itu diperlukan untuk pembangunan kantor OJK di daerah karena kondisinya tergolong miris.

"Ada yang di ruko, di gedung setengah permanen, jadi sudah dipresentasikan roadmapnya. Sedangkan untuk kantor pusat, angka di atas itu semata mata untuk penataan fleksibel office space. Bukan bangun gedung sama sekali. Karena kami paham ini memerlukan waktu tersendiri, baik segi kebutuhannya," jelas Mahendra.

Bahkan OJK sampai saat ini belum membangun gedung kantor di Ibu Kota Nusantara (IKN). Karena masalahnya menurut Mahendra adalah dana.

"Sisanya mulai dari kita rencanakan di IKN sebagai ilustrasi, untuk IKN, OJK adalah satu-satunya di antara BI dan LPS yang belum groundbreaking. Karena masalahnya anggaran ini. Jadi jelas kami tidak mau kalau anggarannya belum jelas," ungkapnya.

Namun menurut dari sisi Komisi XI, misalnya dari Dolfie mengatakan banyak anggaran OJK yang masih diefisiensikan, sehingga anggaran tidak perlu bertambah lebih banyak.

"Dari masing ADK kita sudah melihat kita rincinnya masih bisa diefisiensikan. Ada yang outputnya, untuk peraturan, kajian, nilai outputnya berbeda-beda setiap ADK dari sisi tugas. Kami meyakini bisa diefisiensikan. Kami sudah lihat apa itu outputnya ada yang sampai 100 laporan, laporan kegiatan, macam-macam. Jadi menurut kita bisa diefisiensikan," ucapnya.

Lalu menurut Ketua Komisi XI DPR RI, Kahar Muzakir anggaran OJK sudah terlampau tinggi naiknya. Menurut tidak ada Kementerian atau Lembaga negara yang naiknya di atas 30%.

"Dari tahun sebelum-sebelumnya sudah meningkat berapa ya, Rp 5 triliun. Itu sudah jumping dan jarang sekali di republik ini meningkat seperti itu. Jarang sekali bisa meningkat. Cuma tiga yang bisa TNI, Polri, dan PUPR, tetapi tidak pernah naik 30%. Yang di sini (OJK) naik dari Rp 8 triliun menjadi Rp 11 triliun, jadi hampis 35%, 40% lebih," pungkasnya.




(ada/das)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork