Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan kenaikan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani (IT) naik 1,83% menjadi 149,5. Lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani atau (IB) yang sebesar 0,6% menjadi 121,76.
"Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani nasional adalah kelapa sawit, kakao atau cokelat, gabah dan bawang merah," ungkap dia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Kamis (2/1/2025).
Sementara itu, komoditas yang menyumbang indeks harga bayar petani (Ib) antara lain bawang merah, telur ayam ras, cabai merah, dan minyak goreng.
Jika dilihat menurut sub sektor, seluruh sub sektor mengalami peningkatan NTP. Sub sektor yang mengalami kenaikan tertinggi adalah hortikultura yang naik 5,26%. Komoditas yang dominan mempengaruhi indeks harga yang diterima petani di sub sektor hortikultura adalah bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan tomat
"Kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani atau IT naik 5,86% yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayarkan petani atau IB yang sebesar 0,57%," tuturnya.
BPS mencatat sebanyak 29 provinsi mengalami kenaikan NTP, dengan kenaikan tertinggi terjadi di Sulawesi tengah yaitu sebsar 4,47%. Peningkatan NTP di provinsi tersebut didorong oleh kenaikan harga komoditas kakao atau cokelat biji, gabah, cengkeh, tomat, dan kelapa sawit.
"Sementara itu, 9 provinsi mengalami penurunan NTP, dan penurunan terdalam terjadi di Papua Barat yaitu sebsar 1,13%, yang disebabkan oleh penurunan harga komoditas seperti bayam, cabai rawit, terong, jeruk, dan kelapa," pungkasnya.
Sebagai informasi, mengutip dari laman BPS, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Sementara dikutip dari laman Kementan, NTP merupakan salah satu indikator yang berguna untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani karena mengukur kemampuan produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi rumah tangga petani.
Simak juga Video 'Prabowo Naikkan Harga Gabah-Jagung, PAN: Lompatan yang Luar Biasa':
(ada/rrd)