Sri Mulyani Ungkap Alasan Belum Laporkan Kinerja APBN Januari 2025

Sri Mulyani Ungkap Alasan Belum Laporkan Kinerja APBN Januari 2025

Anisa Indraini, Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Sabtu, 08 Mar 2025 07:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (8/11). Sri Mulyani melaporkan APBN defisit Rp 309,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Agung Pambudhy

Laporan APBN Bentuk Transparansi

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan laporan bulanan APBN merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Hal itu demi menjaga kepercayaan publik dan kredibilitas ekonomi.

Dengan belum dirilisnya laporan APBN untuk periode Januari 2025, fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan terkait kondisi keuangan negara, efektivitas kebijakan fiskal, serta dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan pasar keuangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemungkinan lain yang patut dicermati adalah kondisi penerimaan negara yang tidak sesuai target. Jika penerimaan negara menurun secara signifikan, ini bisa menjadi alasan mengapa pemerintah menunda rilis data APBN," ucap Achmad.

Achmad menyebut kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN bisa berdampak serius bagi ekonomi nasional. Pasalnya investor, pelaku pasar, hingga lembaga keuangan internasional sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara.

ADVERTISEMENT

"Jika laporan APBN KiTa terus tertunda, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu, yang pada akhirnya dapat memicu berbagai dampak negatif," beber Achmad.

Salah satu dampak yang bisa terjadi adalah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Investor yang tidak mendapatkan kepastian mengenai kondisi fiskal negara, cenderung akan bersikap lebih hati-hati dalam menanamkan modalnya.

Hal ini bisa menyebabkan aliran modal keluar (capital outflow) yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam jangka panjang, melemahnya rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan.

Selain itu, penundaan rilis APBN juga dapat berpengaruh terhadap pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) disebut sangat bergantung pada persepsi investor terhadap kesehatan fiskal pemerintah.

"Jika investor mulai meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun, yang pada akhirnya meningkatkan yield (imbal hasil) obligasi. Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran," pungkas Achmad.

Lihat juga video: Bedah APBN 2025: Strategi Menjaga Stabilitas dan Kepercayaan Pasar


(acd/acd)

Hide Ads