Jelang Deadline Negosiasi Tarif Trump, RI Tawarkan Investasi Mineral Kritis

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 30 Jun 2025 13:22 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto/Foto: Kemenko Perekonomian
Jakarta -

Pemerintah Indonesia masih terus melakukan negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat (AS). Tenggat waktu (deadline) penundaan tarif resiprokal ditetapkan Presiden AS Donald Trump pada 8-9 Juli 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia sudah memberikan penawaran kedua (second offer) kepada AS. Tim negosiasi dari Indonesia juga siaga di Washington DC agar bisa merespons dengan cepat jika ada hal-hal yang diperlukan.

"Jadi kita sudah memberikan, Indonesia punya second offer dan ini sudah diterima oleh AS. Kita sudah bicara juga dengan USTR Secretary of Commerce dan Secretary of Treasury. Tim negosiasi Indonesia standby di Washington, jadi kalau ada perubahan, ada hal detail lagi yang diperlukan klarifikasi atau apa, kita bisa segera merespons," kata Airlangga di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).

Salah satu yang ditawarkan Indonesia ke AS adalah investasi di sektor critical mineral atau mineral kritis. Dalam penawaran investasi ini turut melibatkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

"Indonesia juga menawarkan ke AS critical mineral untuk AS bersama Danantara untuk melakukan investasi di dalam ekosistem critical mineral. Indonesia sendiri juga sudah mengatakan bahwa kebutuhan Indonesia untuk energi dan agrikultur itu sebagian juga akan diambil dari AS," beber Airlangga.

Critical mineral yang dimaksud antara lain mencakup tembaga (copper), nikel, dan komoditas penting lainnya yang dibutuhkan untuk industri kendaraan listrik (EV), peralatan militer, elektronik, hingga antariksa.

Airlangga menekankan bahwa investasi yang ditawarkan kepada AS bersifat brownfield, yaitu pada proyek-proyek eksisting yang sudah berjalan di Indonesia. Salah satu contoh keterlibatan AS yang telah berlangsung lama adalah kepemilikan di Freeport sejak 1967, yang menjadi sumber utama tembaga dunia.

"Karena ke depan critical mineral kan untuk industri ekosistem elektronik, industri peralatan militer dan juga angkasa luar. Semuanya butuh kabel, semuanya butuh copper, kita sudah punya copper," tuturnya.

Meski begitu, Airlangga bilang, proyek-proyek spesifik terkait investasi critical mineral ini masih dibahas secara tertutup bersama otoritas AS karena terikat perjanjian non-disclosure.

"Ini bagi AS cukup menarik, tawaran Indonesia ini cukup menarik. Proyek spesifiknya nanti dalam pembicaraan dengan AS," pungkas Airlangga.

Simak juga Video: RI Sudah Sampaikan 'Second Best Offer' untuk Nego Tarif Trump




(aid/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork