Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyoroti tentang realisasi anggaran pendidikan yang tidak pernah mencapai 20% dari APBN. Hal ini berarti, jatah tetap atau mandatory spending untuk dana pendidikan seringkali tidak terealisasi sepenuhnya.
Anggota Banggar dari Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, mengatakan amanat undang-undang mewajibkan APBN mengalokasikan 20% untuk dana pendidikan. Namun berdasarkan laporan tahun 2024, tercatat realisasi anggaran pendidikan hanya mencapai 17%.
"Realisasi APBN belanjanya berapa? 100,49%, artinya belanja tidak berkurang. Harusnya anggaran pendidikannya sama 20%, tidak berkurang. Justru realisasinya hanya 17%, ini by design, bukan tidak by design," ujar Marwan, dalam Rapat Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat di Banggar DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tahun anggaran (TA) 2025 sendiri, pemerintah mengalokasikan dana Rp 724,3 triliun untuk anggaran pendidikan. Sedangkan outlook realisasi anggaran pendidikan pada periode kali ini diproyeksikan sebesar 17,5%.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa realisasi anggaran tersebut telah didesain untuk tercapai di kisaran angka tersebut. Padahal sisa dari anggaran yang tidak terserap itu diperkirakan mencapai Rp 80 triliun s.d Rp 100 triliun.
"Sisanya itu Rp 80 triliun s.d Rp 100 triliun. Ini kalau dimanfaatkan untuk mengefektifkan bidang pendidikan, sangat luar biasa. Mahasiswa kita 4 juta, 1 orang disubsidi Rp 10 juta, Rp 40 triliun. Mau diperbesar Rp 20 juta, 1 orang mahasiswa? Rp 80 triliun, kalau seluruhnya untuk mahasiswa," ujarnya.
Marwan menilai, kini sudah tidak bisa lagi pemerintah RI menggunakan pola lama, di mana postur 20% anggaran pendidikan sebagian besarnya ditempatkan di anggaran pembiayaan. Namun ujung-ujungnya, sisa dana tersebut tidak direalisasikan untuk kepentingan pendidikan itu sendiri.
Sementara itu, Anggota Banggar dari Komisi X DPR RI, MY Esti WIjayati, menyoroti tentang besaran alokasi dana pendidikan untuk tahun 2026. Menurutnya, anggaran yang direncanakan di tahun depan belum sesuai dengan target-target yang diharapkan.
Sebagai contoh, anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang semula sampai Rp 50 triliun, untuk tahun 2026 nanti menjadi hanya sebesar Rp 33,65 triliun. Anggaran tersebut sudah termasuk untuk revitalisasi sekolah Rp 9,5 triliun.
Ia juga menyoroti tentang besarnya alokasi anggaran untuk Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menurutnya turut menyedot anggaran pendidikan. Adapun besaran anggaran MBG untuk tahun depan ditetapkan sebesar Rp 217 triliun.
"Pembiayaan bagi pendidikan dasar yang itu berarti SD dan SMP, swasta maupun negeri sama sekali di dalam kebijakan belanja pusat tidak mendapatkan perhatian pemerintah. Dilihat dari mana? Dari besaran anggarannya, termasuk mohon izin, MBG itu juga menyedot anggaran pendidikan," ujar Esti.
Esti juga minta penjelasan dari Kementerian Keuangan apakah betul anggaran MBG sebesar Rp 217 triliun itu masuk sebagian besar di anggaran pendidikan. Padahal menurutnya, anggaran pendidikan lebih baik dialokasikan untuk mendukung kebutuhan guru-guru PPPK hingga honorer yang belum jelas nasibnya.
"Jika saja keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini kemudian menjadi kebijakan kita, maka terkait dengan kesejahteraan guru, hak-hak yang mestinya diberikan kepada guru, itu bisa kita danai dengan angka 20% itu sejauh MBG tidak dimasukkan sebagai anggaran pendidikan," kata dia.
"Bicara soal stunting yang diharapkan itu juga tentu itu tidak bisa terselesaikan dengan MBG untuk yang sekolah itu untuk 5 tahun ke bawah," sambungnya.
Simak juga Video Sri Mulyani: Anggaran Kemenkeu Disunat Rp 8,9 T