Destabiliasi Global
Kebijakan atau perang tarif membuat kondisi pasar saham China naik-turun secara tajam seperti yang terlihat pada Indeks Komposit Shanghai (SSE). Ketika Trump mengumumkan kenaikan tarif pada 2 April 2025 saat hari kemerdekaan (Liberation Day), Bursa Shanghai mencatat penurunan mingguan paling besar sejak Maret 2020 yaitu dalam satu hari turun sekitar -7,34% dan Bursa Shenzhen mengalami penurunan 9,66%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika pada akhir 2024, indeks SSE ditutup di 3.351,76 poin, naik sekitar +12,67% dari 2023. Namun akibat lonjakan tarif awal 2025, indeks sempat terkoreksi tajam di kuartal pertama yaitu 3.096, 58 dan dengan volatilitas tinggi.
Reuter melaporkan indeks SSE mengalami kenaikan setelah perang tarif dengan Amerika mereda. Nilai tukar mata uang China, Yuan, juga mengalami tekanan karena ketegangan hubungan perdagangan dengan Amerika meningkat. Perang dagang berdampak memperlambat pertumbuhan ekonomi China.
Dampak perang tarif juga terjadi di pasar keuangan China seperti risiko gagal bayar utang perusahaan meningkat ditunjukan dari kenaikan NPL dari 1,29% menjadi 1,59% pada bulan April 2025. Akibatnya laba bank menurun karena kenikan NPL dan permintaan atas kredit atau pinjaman berkurang. Yang menakutkan adalah trend investor menghindari saham dan memilih investasi yang lebih aman seperti emas.
Di Eropa, Perang tarif yang dicetuskan Trump telah menyebabkan meningkatnya volatilitas pasar saham. Indeks utama seperti Euro Stoxx 50. Pada akhir 2024, indek komposit EuroStoxx 50 adalah 4.869 dan menukik tajam pada April 2025 menjadi 4.622.
Sektor-sektor yang sangat bergantung pada ekspor, seperti otomotif, barang industri, dan barang mewah, menjadi yang paling terdampak karena sangat tergantung pada stabilitas perdagangan global. Investor melihat risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan terganggunya rantai pasokan internasional sebagai sinyal buruk yang harus direspon dengan perubahan portofolio investasinya.
Bahkan nilai tukar Euro juga menajdi korban dan mengalami pelemahan karena investor mengalihkan dananya ke aset yang dianggap lebih aman seperti emas dan obligasi pemerintah Amerika Serikat. Melemahnya Euro memang memberi keuntungan kompetitif bagi sebagian eksportir Eropa, tetapi di sisi lain mencerminkan menurunnya kepercayaan pasar terhadap prospek ekonomi kawasan.
Produksi industri dan laba perusahaan pun ikut terdampak, terutama di negara-negara yang basis ekonominya bertumpu pada ekspor seperti Jerman. Sektor perbankan Eropa juga tidak luput dari tekanan. Bank-bank yang memiliki eksposur besar terhadap pembiayaan perdagangan dan industri manufaktur menghadapi peningkatan risiko kredit.
Simak juga Video: Sri Mulyani soal Inflasi RI Rendah: Tak Terkait dengan Daya Beli