Kemenkeu Yakin Tarif Baru AS Bisa Dongkrak Ekonomi RI Tembus di Atas 5%

Kemenkeu Yakin Tarif Baru AS Bisa Dongkrak Ekonomi RI Tembus di Atas 5%

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 24 Jul 2025 14:11 WIB
Direktur Jenderal (Dirjen) Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu.
Foto: Direktur Jenderal (Dirjen) Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu. Foto: Shafira/detikcom
Jakarta -

Pemerintah optimistis kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menurunkan tarif impor untuk produk Indonesia dari 32% menjadi 19% bakal mendorong pertumbuhan sektor manufaktur. Dampaknya, ekonomi nasional diproyeksi bisa kembali tumbuh di atas 5% pada paruh kedua 2025.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menyebut kebijakan baru ini akan memperkuat kinerja ekspor manufaktur RI yang selama ini masih jadi penopang utama Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kita sudah tahu bahwa hasil dari trade negotiation itu berdampak positif bagi aktivitas manufaktur kita," kata Febrio di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemenkeu menilai insentif tarif ini bisa jadi dorongan penting bagi pemulihan ekonomi nasional yang sempat diprediksi melambat. OECD memproyeksi ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7% tahun ini. Data BPS mencatat pertumbuhan kuartal I 2025 di angka 4,87%, turun dari kuartal IV 2024 yang 5,02%, dan kuartal I 2024 sebesar 5,11%.

"Kalau tadinya kita sudah terancam dengan pertumbuhan yang cukup lemah di 4,7%. Dengan tarif yang lebih baik ini, kita melihat pertumbuhan ekonomi bisa rebound di atas 5% untuk paruh kedua," ungkap Febrio.

ADVERTISEMENT

Menurut Febrio, tarif baru AS ini juga sudah dimasukkan sebagai salah satu asumsi makro dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang sedang dibahas di DPR.

"Jadi apa-apa saja yang terutama berdampak cukup signifikan ya pasti sudah kita consider dan masuk dalam skenario-skenario," katanya.

Kemenkeu juga mengantisipasi potensi lonjakan imbal hasil obligasi global jika The Fed mempertahankan suku bunga tinggi. Namun sejauh ini, yield Surat Berharga Negara (SBN) RI justru menunjukkan tren penurunan dan makin diminati investor.

"Kalau di awal tahun yield kita di sekitar 7,0%, sekarang kita berada di sekitar 6,4-6,5%. Jadi ini adalah salah satu best performing yield surat berharga negara untuk negara emerging. Jadi kita akan coba manfaatkan momen itu," pungkas Febrio.

Tonton juga video "Prabowo Sebut Ada Pihak Nyinyir Terkait Negosiasi Tarif Trump" di sini:

(shc/rrd)

Hide Ads