Ekspor Furnitur RI Terancam Merosot Imbas Tarif Trump

Andi Hidayat - detikFinance
Minggu, 28 Sep 2025 22:00 WIB
Presiden AS Donald Trump - Foto: REUTERS/Alexander Drago
Jakarta -

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan kenaikan tarif impor untuk produk furnitur mencakup lemari dapur dan meja rias kamar mandi sebesar 50% serta 30% untuk produk berlapis kain. Kebijakan ini disebut akan berlaku mulai 1 Oktober mendatang.

Sejumlah negara diketahui tengah bernegosiasi dengan AS untuk memberikan pengecualian terhadap produk furniturnya. Indonesia juga disebut akan terdampak kebijakan tarif tersebut.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyebut permintaan ekspor produk furniture RI berpotensi menurun bahkan hingga 40%. Menurutnya, hal ini menjadi pukulan berat bagi industri furniture domestik.

"Pasti akan mengalami penurunan permintaan ketika ada tarif impor hingga 50%. Penurunan permintaan bahkan bisa mencapai 40% karena 1% tarif akan mengurangi impor oleh AS sebesar 0,8%. Tentu ini pukulan telak bagi industri furniture dalam negeri yang pangsa pasar terbesarnya ke AS," ungkap Huda kepada detikcom, Minggu (28/9/2025).

Ketika permintaan dari AS berkurang tajam, terang Huda, produksi furniture dalam negeri akan terkena imbasnya. Sementara di dalam negeri, pun daya beli produk furnitur domestik tak kunjung pulih.

"Jadi tertekan di sisi ekspor dan pasar domestik," tegasnya.

Dihubungi terpisah, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menjelaskan produk furnitur menjadi komoditas ekspor penting RI ke AS. Menurutnya, Pemerintah perlu segera melakukan negosiasi.

"Dalam proses negosiasi tarif dengan AS, kita dijanjikan adanya produk-produk yang mendapatkan pengecualian. Kita perlu berusaha keras agar TPT, alas kaki, CPO dan furniture masuk dalam kategori itu," jelasnya.

Meski begitu, Wijayanto menilai RI tak perlu khawatir. Pasalnya, kebijakan tarif Trump juga mengalami banyak penolakan.

"Trump Reciprocal Tariff ini tidak akan serta-merta bisa diterapkan begitu saja. Penolakan dari dalam negeri semakin kuat, terutama dari daerah penghasil pertanian yang merupakan voter loyal Republik. Belum lagi peluang Jaksa Agung akan menganulir kebijakan tersebut. Jadi, bersiap tetapi jangan panik," pungkasnya.




(kil/kil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork