Rentannya perbankan dalam menaikkan suku bunga memang mendorong perusahaan-perusahaan skala menengah untuk berpikir ulang mengenai sumber modal. Hal ini pun membuat semakin banyak perusahaan yang memilih obligasi perusahaan sebagai alternatif dibandingkan pinjaman bank.
Namun ternyata, obligasi korporasi yang beredar di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di negara lain kita lihat, itu luar biasa. Obligasi korporasi begitu sangat berkembang. Sehingga seperti di Malaysia 47,5% obligasi korporasi dibandingkan dengan outstanding kredit perbankan. Jadi obligasi korporasi di sana sudah merupakan pesaing untuk perbankan," ujar Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Salyadi Saputra dalam kegiatan workshop wartawan pasar modal di Hard Rock Hotel, Bali, Jumat (30/9/2016).
Selama ini ada banyak keluhan, bahwa perbankan susah untuk menurunkan suku bunganya. Dengan memilih pinjaman bank, otomatis bank menjadi kreditor utama bagi perusahaan.
"Jadi kita ini masih 7,5% dibandingkan dengan total outstanding perbankan," ungkapnya.
Lanjut Salyadi, hal ini kemudian menjadi tantangan bagi para investor, bagaimana akhirnya dapat mengembangkan pasar modal sehingga dapat memacu rasio obligasi korporasi terhadap obligasi perbankan.
"Yang menjadi catatan adalah meningkatkan kapasitas dari investor kita untuk berinvestasi obligasi korporasi. Mudah-mudahan dengan menurunnya bunga deposito, mereka akan cari alternatif investasi yang jauh lebih menguntungkan," tandasnya. (drk/drk)