Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan, secara teknikal potensi rupiah memburuk dan dolar AS ke Rp 14.000 terbuka. Dia berharap, Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi supaya pelemahan tidak berlanjut.
Dia menjelaskan, tren pelemahan rupiah dalam 10 tahun terakhir rata-rata ialah 3,5 hingga 4%. Sementara, posisi dolar AS di awal tahun sekitar Rp 13.400.
"Ya kalau melihat teknikal bisa (per dolar Rp 14.000), tapi kalau di-counter bisa juga. Diintervensi bisa dibalikin ya, jangan sampai Rp 14.000 ke Rp 13.700 lagi," kata dia kepada detikFinance, di Jakarta, Minggu (22/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjutnya, hal lain yang berpengaruh terhadap pelemahan rupiah ialah meningkatnya permintaan dolar karena digunakan untuk pembayaran dividen. Tapi, dia mengatakan, tekanan akan berkurang sekitar bulan Juni seiring dengan berhentinya musim pembagian dividen.
Paling mengkhawatirkan, kata Lana, ialah kenaikan harga minyak mentah. Indonesia sendiri masih mengimpor minyak. Alhasil, semakin tinggi harga minyak semakin tinggi pula permintaan dolar AS.
Dia mengatakan, kenaikan harga minyak sendiri sulit diprediksi karena juga dipicu oleh konflik geopolitik. Salah satunya, antara AS dan Rusia di Suriah.
"Tapi kan harga minyak mentah kan diprediksi naik terus, ada yang memprediksi bisa balik lagi ke US$ 100, kemungkinan US$ 80 kemudian US$ 100," ungkapnya. (ang/ang)