Kondisi eksternal seperti isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, maupun kenaikan suku bunga The Fed. Selanjutnya, faktor yang berasal dari dalam negeri adalah masih defisitnya neraca perdagangan Indonesia. Itu semua adalah faktor yang membuat rupiah melemah yerhadap dolar AS.
Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan data realisasi neraca perdagangan Indonesia bulan Juni 2018 bisa meredam keperkasaan dolar AS terhadap rupiah.
"Kita harapkan neraca perdagangan bulan Juni membaik setidaknya kalau masih defisit hanya tipis," kata Piter saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (2/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bila itu terjadi tekanan terhadap rupiah akan mereda," sambung dia.
Sementara itu, ekonom dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan pemerintah harus bisa membuat neraca perdagangan surplus jika ingin memperkuat nilai tukar rupiah.
"Saya pikir dengan rupiah agak melemah, terus juga bunga meningkat, kita lihat pengaruhnya ke impor. Kalau impornya cukup kuat ya khawatirnya nanti akan ada dan perlu adjustment lagi," kata David.
Menurut dia, sinergi lintas sektoral pun harus terus dilakukan oleh pemerintah, BI, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta kementerian/lembaga (K/L) terkait lainnya.
Sinergi tersebut, kata David, tujuannya tetap menenangkan pasar bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih aman untuk investasi. Sebab, kondisi nilai tukar ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga seluruh negara di dunia. (ang/ang)