Cetak Rekor (Lagi), Dolar AS Kian Perkasa

Cetak Rekor (Lagi), Dolar AS Kian Perkasa

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Kamis, 30 Agu 2018 08:03 WIB
Cetak Rekor (Lagi), Dolar AS Kian Perkasa
Foto: Agung Pambudhy

Rupiah terus mengalami penekanan dari dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun ini. Nilai tukar mata uang negeri Paman Sam tersebut terus meningkat sejak akhir Januari 2018.

Meski Bank Indonesia menganggap tingkat depresiasi rupiah masih aman, namun sentimen kenaikan suku bunga AS masih belum dapat ditandingi rupiah. Dolar AS kian perkasa hingga saat ini.

Manuver tertinggi dolar AS sendiri di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terjadi pada bulan Oktober 2015. Nilai tukar dolar AS mencapai level Rp 14.700 saat itu. Sementara saat Jokowi dilantik sebagai Presiden, dolar AS berada di 12.030.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun seiring dengan beberapa kejadian penting pada tatanan global, termasuk terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS hingga bergantinya ketua The Fed ke Jerrome Powell menambah ketidakpastian global. Hal tersebut berpengaruh ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Pada awal tahun ini, rupiah sempat menguat ke level Rp 13.275, tepatnya pada bulan Januari 2018. Bank Indonesia (BI) mencatat Nilai tukar rupiah bergerak menguat 1,36% pada Januari 2018 setelah sempat mengalami tekanan pada triwulan IV 2017.

Dolar AS baru bergejolak setelahnya, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global khususnya terkait dengan ekspektasi kenaikan FFR yang lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini memberikan tekanan pada mata uang global, termasuk rupiah.

Dolar AS tercatat bergerak di level Rp 13.275 hingga 14.684 sepanjang tahun ini (year to date). Dolar AS mulai menyentuh level Rp 14.000 pada bulan Mei. Setelah itu dolar AS terus bergerak menguat signifikan, meski sempat menjinak kembali ke angka Rp 13.800-an pada pertengahan Juni 2018.

Menjinaknya dolar AS saat itu setelah Bank Indonesia (BI) gencar melakukan pengetatan suku bunga, dengan menaikkan bunga acuan hingga tiga kali berturut-turut sejak Mei 2018.

Pelemahan rupiah diyakini dominan dipengaruhi oleh faktor eksternal lewat sentimen global. Pidato Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang ingin menaikkan suku bunga the Fed tahun ini hingga empat kali memaksa rupiah keok.

Pelaku pasar juga menyikapi berbagai pidato dari pejabat The Fed yang sejauh ini memberikan, pernyataan hawkish. Jerome Powell optimis terhadap perekonomian AS serta tingkat inflasi yang masih dapat meningkat. Adapun pasar berspekulasi kenaikan suku bunga The Fed akan mencapai empat kali dalam tahun ini.

(eds/ang)
Hide Ads