Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah sudah tembus Rp 15.000 tidak bisa dianggap sebagai kiamat.
"Jangan sampai kita melihat Rp 15.000 itu seperti sudah kayak kiamat, tapi kita harus bandingkan tingkat pelemahannya, bukan Rp 14.000-nya, Rp 15.000-nya," kata Perry dalam seminar 'Rezim Devisa dan Strategi Menghadapi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah' di Gedung Nusantara, DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu (3/10/2018).
Dia menilai pelemahan rupiah tidak bisa hanya dilihat dari angkanya, tapi seberapa dalam tingkat pelemahannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, negara lain seperti Turki, mata uangnya melemah hingga 37,7%, Afrika Selatan melemah 13,8%, dan India melemah 12,4%.
Meski demikian Perry menyadari pelemahan rupiah memang tetap harus diperhatikan. Hanya saja kondisi pelemahan rupiah tidak separah negara-negara tetangga tersebut.
4. Menurut Luhut Tak Perlu Dirisaukan
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah menembus level psikologis baru. Dolar AS tembus ke level Rp 15.000 setelah dalam beberapa bulan terakhir bertahan di level Rp 14.800-14.900.
Menanggapi itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengimbau kepada seluruh masyarakat maupun pelaku usaha tidak usah risau dengan pergerakan nilai tukar rupiah.
"Rupiah saya kira nggak ada masalah, kenapa mesti risau di (level) Rp 15.000?," Kata Luhut di kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta Pusat, Rabu (3/10/2018).
Luhut menyadari posisi nilai dolar sebesar Rp 15.000 merupakan level psikologis baru bagi pasar. Namun, hal tersebut tidak menjadi persoalan selama pemerintah masih mampu menjaga indikator ekonomi nasional.
"Karena apa saya bilang nggak perlu risau, karena inflasi kita masih bagus, sangat bagus malah. Terus kemudian utang kita masih rendah," jelas Luhut. (dna/dna)