Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) ke rupiah ditutup melemah di level Rp 14.939 dari sebelumnya Rp 15.000. Menanggapi hal itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan hal tersebut dipengaruhi dua faktor eksternal.
Pertama, kata Mirza, pelemahan dolar dipengaruhi oleh membaiknya perundingan perang dagang antara AS dengan China yang sebelumnya berdampak pada negara-negara berkembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi memang situasi pasar keuangan di emerging market termasuk, Indonesia ya dalam dua hari ini membaik cukup signifikan terutama didorong oleh satu, yaitu perundingan Amerika dengan Tiongkok itu ada kemajuan walaupun belum selesai," kata dia usai pembukaan renovasi tata ruang di Museum BI, Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Baca juga: Rupiah Paling Kuat di Asia, Ini Kata BI |
Lebih lanjut, faktor kedua yang turut menguatkan nilai tukar rupiah yaitu data perekonomian Amerika yang mulai stabil. Sebab, dengan data tersebut kebijakan Amerika dinilai tikat akan terlalu 'kencang' lagi.
Ia pun masih menganggap data perekonomian Amerika masih tetap kencang walaupun tidak seperti biasanya.
"Dan data-data Amerika juga menunjukkan data-data inflasinya dan perkembangan ekonominya mulai flat ya, kan biasanya data kuat sekali dan membuat inflasi naik. Kalau inflasi naik kemudian suku bunga AS naik cepat. Nah, sekarang data terakhir ini menunjukkan bahwa data2 Amerika ini sudah mulai kehilangan daya pacunya, masih kencang tapi daya pacunya masih nggak sekencang yang awal tahun ini," papar dia.
Baca juga: Trump Mau Ajak China Gencatan Senjata? |
"Nggak ada BI intervensi hari ini jadi itu kurs market sendiri dan itu menguat karena supply dan demand," tutup dia. (dna/dna)