-
Dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat. Sebelumnya, dolar AS melemah ke level Rp 14.300, kini menguat ke level Rp 14.500-an.
Mengutip data perdagangan Reuters, Kamis (6/12/2018), dolar AS tercatat setara dengan Rp 14.539 pada pukul 11.38 WIB. Ruang gerak dolar AS cukup lebar di rentang Rp 14.373 hingga Rp 14.542.
Lantas, apa sebabnya? Bagaimana posisi dolar AS di akhir tahun? Berikut berita selengkapnya:
Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan, beberapa hari terakhir ini pergerakan dolar sangat fluktuatif. Hal itu disebabkan oleh sentimen global terkait perang dagang antara AS dan China.
Menurut David, investor meragukan implementasi 'gencatan senjata' antara AS dengan China.
"Walaupun kemarin kesepakatan, keraguan di pasar soal implementasinya," kata dia kepada detikFinance, Kamis (6/12/2018).
David menerangkan, Presiden AS Donald Trump melalui twitternya mengatakan jika China akan menurunkan tarif untuk otomotif. Tapi, penurunan tersebut belum tampak hingga saat ini.
Lanjut David, sentimen tersebut kemudian juga berdampak pada melemahnya bursa global.
"Itu yang membuat penurunan tajam di bursa dan merembet kita hari ini," terangnya
Dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan berada di sekitaran level Rp 14.400 hingga Rp 14.500 sampai akhir tahun. Gerak dolar juga diperkirakan akan terus fluktuatif.
"Fundamental kita yang baru memang sekitar Rp 14.400-14.500," kata David.
David menerangkan, gerak dolar fluktuatif karena dipengaruhi sentimen global. Menurutnya, investor saat ini masih meragukan perdamaian perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
"Ini kan terus volatile dan kelihatannya perang dagang dagang belum, ini kan hanya gencatan ceritanya, bukan berarti selesai. Isu ini bisa keluar lagi waktu mendatang," terangnya.
Sementara, permintaan dolar dalam negeri sebenarnya sudah tak terlalu besar. Sebab, kebutuhan impor di akhir tahun sudah tidak terlalu besar.
David bilang, impor barang untuk akhir tahun biasanya dilakukan di bulan sebelumnya.
"Akhir tahun ini kebutuhan impor sudah nggak banyak, sudah banyak di akhir bulan lalu. BBM (bahan bakar minyak) kebanyakan sudah dipenuhi minggu lalu untuk kebutuhan bulan ini," katanya.
Pemerintah mesti bisa memanfaatkan momentum perang dagang AS-China untuk menarik dolar AS ke Indonesia. Dengan pasokan dolar yang melimpah maka rupiah menguat.
David Sumual menerangkan, pemerintah bisa memanfaatkan perang dagang untuk memperbaiki kemudahan investasi dalam negeri. Dengan begitu, investor semangat menanamkan modal di Indonesia.
"Window opportunity kesempatan memperbaiki kondisi struktural apa, kemudahan berbisnis di Indonesia. Kemudahan perizinan, pembebasan lahan, itu isu-isunya itu aja. Konsistensi kebijakan kita pusat daerah, bagaimana membuat paket yang menarik bagi investor. Bagaimana mengundang FDI (foreign direct investment) yang orientasinya ekspor," jelas dia.
Menurut David, perang dagang menimbulkan dampak adanya relokasi usaha ke negara-negara ASEAN. Indonesia, kata dia, hanya mendapatkan bagian sedikit karena kalah dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia.
"Indonesia kan kebagian dikit nih, kebanyakan Thailand, Vietnam, Malaysia. Ini lebih jangka panjang, stabil, dibanding hot money," ujarnya.
"(Vietnam) Dia lebih mudah (berbisnis), lahan disediakan oleh pemerintah, sewa murah, bahkan mungkin nggak usah sewa, 30 tahun nggak usaha bayar, yang penting serap tenaga kerja, ekspor naik. Mereka sinergilah. Thailand Malaysia sama, apa yang kita tawarkan?"terangnya.
Untuk jangka pendek, pemerintah bisa mengambil peluang dengan mencari pendanaan berdenominasi dolar. Sehingga, pasokan dolar melimpah.
"Demand masih cukup bagus untuk instrumen financial Indonesia, jadi dimanfaatkanlah mumpung demand kuat bisa itu bisa nambah supply pasokan valas di pasar," tutupnya.
Direktur Utama PT Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo meyakini dolar Amerika Serikat (AS) bakal berada di posisi Rp 14.000 di akhir tahun. Artinya, rupiah masih punya peluang untuk menguat.
"Ekspektasi Rp 14.000 sampai akhir tahun," kata dia.
Kartika menerangkan, penguatan rupiah belakangan ditopang oleh arus modal di pasar saham. Rupiah yang kemudian melemah disebabkan oleh aksi ambil untung (profit taking) investor.
"Ini kan penguatan jangka pendek lebih didorong portofolio inflow di equity, naik turun, naik turun karena kan orang profit taking juga biasalah, tapi kan trennya membaik," kata dia.
Menurut Kartika, rupiah cenderung stabil dan menguat jangka menengah. Defisit transaksi berjalan diperkirakan membaik karena harga minyak dunia menurun. Dia yakin, defisit transaksi berjalan di bawah 3% hingga akhir tahun.
Lalu, pertumbuhan ekonomi di kuartal IV akan membaik. Hal itu terlihat dari akselerasi pertumbuhan kredit bank.
"Harapannya juga sentimen inflow semakin besar dalam jangka menengah," katanya.
Bank Indonesia (BI), kata dia, juga telah beberapa kali menaikkan suku bunga acuan. Hal itu memicu aliran dana masuk. Serta, ditambah penilaian dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional yang menyatakan rupiah sudah terlalu murah.
"Semua memberikan sinyal asetnya secara pricing sudah bagus mulai beli lagi," tutupnya.