Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan dihubungi terpisah mengatakan pemerintah butuh kerja keras terutama dalam menekan impor migas dan elpiji yang jadi biang kerok defisit neraca perdagangan Indonesia.
"Impor migas kita sampai sejauh ini memang sangat besar karena produksi kita itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi kita. Belum lagi terkait masalah elpiji yang sampai saat ini menyumbang defisit neraca perdagangan terbesar karena kita impor sangat besar. Saya melihat cukup berat, saya cukup pesimistis ya terhadap yang disampaikan Pak Luhut," terang Mamit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di mana produksi kita sekitar 700.000 sampai mendekati 800.000 barel per hari. Tapi konsumsi kita sudah 1,3-1,4 juta barel/hari. Jadi memang selisihnya cukup besar. Dengan selisih yang sangat besar ini mau tidak mau kita harus impor minyak, baik itu produk, maupun minyak mentah," imbuh dia.
Selain sektor energi, Mamit menilai kondisi makro ekonomi Indonesia memang sulit untuk mewujudkan hal tersebut.
"Untuk mata uang ini kan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, tapi juga faktor internasional terkait dengan kondisi ekonomi global. Jadi saya kira memang tidak semudah itu dolar bisa menjadi Rp 10.000, belum lagi terkait dengan masalah kondisi perekonomian kita yang masih diprediksi pertumbuhan ekonomi masih di angka 5%," pungkas Mamit.
Simak Video "Video Luhut: Saya Saksi Hidup, Jokowi Tak Langgar Konstitusi Selama Jabat Presiden"
[Gambas:Video 20detik]
(ara/ara)