Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, rupiah masih sulit tembus ke Rp 12.000 per dolar AS karena isu defisit transaksi berjalan. Prediksinya dalam jangka pendek rupiah akan berada di level Rp 13.600-13.800 per dolar AS.
"Jadi arah rupiah saya pikir untuk jangka pendek masih berpotensi menguat. Tapi untuk menguat jauh ke level Rp 12.000 saya pikir relatif cukup berat juga ya karena faktor fundamentalnya kita masih alami defisit transaksi berjalan," kata dia saat dihubungi detikcom, Senin (13/1/2020).
Menurutnya defisit transaksi berjalan Indonesia memang menyusut pada 2019 dibandingkan 2018. Tapi itu lebih dikarenakan ekonomi global dan domestik yang melambat sehingga impor non migas secara keseluruhan turun cukup cepat dibandingkan ekspor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: BTN hingga Garuda Mau Cari Utang Rp 27 T |
Selain itu, menurutnya akan sedikit berisiko jika rupiah menguat terlalu cepat. Kata dia penguatan rupiah yang terlalu cepat juga bisa berpengaruh kurang baik pada kinerja ekspor.
"Kalau rupiah menguat terlampau cepat akhirnya kinerja ekspor kita tidak kompetitif, mengingat komponen ekspor kita, bareng-barang komoditi ekspor kita kan masih relatif bahan mentah yang notabenenya kita berharap masih dari harga komoditi mentah dan juga semestinya kalau rupiahnya menguat tentunya kan jadi less competitive buat eksportir," jelasnya.
"Jadi itu yang jadi permasalahan yang kita lihat kalau penguatan terlalu cepat dibandingkan mata uang lainnya tidak cepat, ya kita makin tidak kompetitif ya," tambahnya.
(toy/ang)