Pemilihan presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) berlangsung 3 November. Kini, tinggal menunggu hasil perhitungan suara dari seluruh negara bagian dan suara dewan elektoral AS.
Namun, sebelum pilpres AS terselenggara sebenarnya sudah kelihatan siapa calon pemimpin Negeri Paman Sam di masa pemerintahan mendatang. Prediksi kemenangan kandidat presiden AS itu biasanya bisa dilihat dari pergerakan pasar saham beberapa hari sebelum pilpres.
Indeks S&P 500 turun 0,04% antara 31 Juli dan 31 Oktober lalu. Hal itu secara tidak langsung meramal bahwa kemenangan bakal diraih Joe Biden. Pasar saham memang memiliki rekam jejak yang cukup andal. Sejak Perang Dunia II, ketika S&P 500 jatuh dalam tiga bulan berturut-turut menjelang pemungutan suara November, presiden petahana atau partai dari presiden yang memimpin saat itu dipastikan kalah dalam pemilihan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demikian pula, ketika S&P 500 naik, petahana atau partai dari presiden yang memimpin saat itu justru memenangkan pemilihan.
"Predictor ditutup sedikit di posisi merah selama tiga bulan ini, menyiratkan, tetapi tidak menjamin bahwa Biden akan muncul sebagai pemenang," kata Kepala Strategi Investasi CFRA Sam Stoval dikutip dari CNN, Rabu (4/11/2020).
Analis Goldman Sachs juga memprediksi hal serupa. Goldman Sachs meyakini Partai Demokrat (partainya Biden) akan merebut Gedung Putih dan Senat serta mempertahankan kendali Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS. Bila prediksi ini terwujud, diyakini juga bakal membawa dampak positif buat pasar AS.
Kemenangan Partai Demokrat akan meningkatkan kemungkinan cairnya paket stimulus fiskal sedikitnya US$ 2 triliun segera setelah pelantikan 20 Januari 2021 mendatang.
Berlanjut ke halaman berikutnya.