Raffi Ahmad dan Ari Lasso membantah di-endorse oleh PT M Cash Integrasi Tbk untuk mempromosikan saham perusahaan tersebut yang berkode MCAS. Terlepas dari itu, mungkinkah influencer membuka jasa endorse saham sebagai peluang bisnis?
Jawabannya, ternyata tidak semudah itu. Pertama, jika mereka ingin menjadikan itu sebagai bisnis yang menghasilkan uang ada aturan mainnya yang dibuat oleh otoritas terkait.
"Dalam hal merekomendasikan saham kalau dia menerima bayaran tentu itu harus mengikuti aturan otoritas terkait dengan menjadi penasihat investasi. Jadi, kalau dia memberikan nasihat dengan mengutip dana tertentu dia harus mengikuti aturan otoritas, punya izin sebagai penasihat investasi," kata Pengamat Saham dan Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee saat dihubungi detikcom, Rabu (6/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono Widodo juga mengingatkan influencer akan rambu-rambu yang ada jika ingin 'jualan'.
"Nah terkait "jualan" ini, mereka perlu kita kasih tahu. Jangan sampai mereka melanggar (karena memang belum tahu). Dan definisi jualan ini agak abu-abu," kata dia kepada wartawan.
Pakar pemasaran Yuswohady juga mengatakan endorse saham sangat berbeda dengan endorse produk-produk konsumsi. Oleh karenanya ada risiko dari endorse saham.
"Jadi, ini kan pekerjaannya manajer investasi sebenarnya atau analis saham. Jadi, ini berbeda saham dengan produk biasa, itu beda karena saham itu (nilainya) naik-turun, dan naik-turun itu yang paling utama adalah karena fundamental perusahaan, fundamental perusahaan itu analisisnya nggak main-main," kata dia.
Bahkan mereka yang bekerja di profesi ini harus bisa menganalisis fundamental perusahaan saat ini dan waktu yang akan datang. Tentu saja, influencer yang minim pengetahuan tersebut bisa saja menyebabkan risiko.
Baca juga: Bolehkah Influencer 'Endorse' Saham? |
"Yang terjadi tiba-tiba influencer sok-sokan kayak manajer investasi. Itu bisa blunder bagi investornya, bisa juga blunder di artisnya atau influencer-nya," sebutnya.
Jika demikian, bisa-bisa pengikut si influencer di media sosial yang mengikuti rekomendasinya akan menuntut jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Ini kan celakanya kan misalnya yang beli itu pengikutnya, follower-nya si Raffi Ahmad gitu. Dia (follower-nya) nggak ngerti nggak apa-apa, tapi begitu dia beli, belinya banyak terus kemudian fundamentalnya nggak bagus, sahamnya jatuh kan dia bisa marah-marah ke Raffi Ahmad," paparnya.
"Nah, itu influencer itu nggak punya ilmu itu gitu lho. Jadi dia berdasarkan pengalaman dia. 'aku habis beli nih sudah 2 bulan-3 bulan (naik) 20%'. Ya mungkin si influencernya nggak keliru karena dia ngomong berdasarkan kenyataannya, ini terlepas dibayar atau nggak dibayar lho ya," ujarnya.
Dirinya pun menyarankan influencer lebih berhati-hati jika ingin berbicara mengenai saham apalagi ketika sampai merekomendasikannya.
"Misalnya perusahaan itu nggak benar atau manajemennya nggak bagus kan, ternyata nanti bulan April laporan keuangannya nggak untung perusahaannya, kemudian harganya jatuh, orang lepas semua sahamnya berarti kan sahamnya jatuh juga. Misalnya sekarang untung 20%, nanti bulan April begitu laporan keuangan diumumkan jatuh 50%, artinya rugi," tambah dia.
(toy/zlf)