Dear Milenial, Harus Tahu Beda Trader dan Investor di Pasar Saham!

Dear Milenial, Harus Tahu Beda Trader dan Investor di Pasar Saham!

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 23 Jan 2021 15:45 WIB
Indeks harga saham gabungan (IHSG) berbalik melemah 0,07% atau 3,04 poin ke level 4.497,91 pada perdagangan Rabu (18/11/2015). Sementara HP Analytics mengemukakan indeks MSCI Asia Pacific dibuka menguat pagi tadi, didorong oleh penguatan pada saham di bursa Jepang. Mata uang yen melemah terhadap dolar menjelang pertemuan bank sentral Jepang (BOJ). Para investor juga menanti hasil minutes dari the Fed yang akan dirilis hari ini. IHSG hari  diperkirakan bergerak di kisaran 4.4534.545, Rabu (18/11/2015). Rachman Haryanto/detikcom.
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Fenomena membeli saham sedang marak di kalangan anak muda, terutama yang aktif di media sosial. Dari orang awam, sampai influencer juga banyak yang mengunggah aktivitas membeli sahamnya di media sosial, dan memberikan rekomendasi saham.

Namun ternyata, di pasar saham ada dua tipe pelanggan, yakni investor dan trader. Bagi pemula, sangatlah penting memahami perbedaan kedua jenis investor tersebut sebelum memulai berinvestasi.

Menurut Perencana keuangan senior Aidil Akbar Madjid, ramainya pembahasan saham di media sosial saat ini sebenarnya lebih banyak melibatkan para milenial yang merupakan trader saham, sehingga tak bisa sepenuhnya disebut sebagai investor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari sisi pemilihan saham, dan juga cara penilaian sebuah saham pun berbeda antara investor dan trader. Apalagi, belakangan ini ramai pembahasan orang-orang yang nekat membeli saham dari modal utang di aplikasi pinjaman online (pinjol), menggadai kendaraan, dan sebagainya. Menurut Aidil, orang-orang tersebut sebenarnya berniat untuk main saham, atau trading, sehingga bukan berinvestasi.

"Dilihat lagi, apakah mereka benar investor saham atau trading. Karena pola pikirnya sudah beda. Ketika dia berani pinjam uang di pinjol, atau menggadai mobilnya, pinjam uang dari orang untuk masuk ke saham dengan harapan sahamnya akan naik kemudian dia jual lagi, maka posisi dia adalah trader. Jadi yang disebut dengan investor milenial yang banyak masuk ke saham, itu bukan real investor, itu adalah trader, mencari keuntungan sesaat," ungkap Aidil kepada detikcom, Sabtu (23/1/2021).

ADVERTISEMENT

Sementara itu, investor adalah orang yang membeli saham, kemudian disimpan untuk jangka panjang di atas 1 tahun. " Investor adalah mereka yang menaruh uang untuk jangka panjang, harus di atas 3 tahun, di atas 5 tahun. Jadi dia mengakumulasi saham untuk jangka panjang, bukan untuk mencari keuntungan sesaat," tutur Aidil.

Berbeda dengan investor, trader saham menurut Aidil jarang yang memperhatikan fundamental sebuah perusahaan terbuka untuk membeli sahamnya. Ia mengatakan, para trader cenderung lebih mengutamakan volatilitas saham.

"Kalau trading nggak terlalu memperhatikan fundamental, dia lebih fokus kepada teknikal. Dia lebih fokus ini saham akan naik ke berapa, sekarang harganya berapa, dikerek berapa lama, dia akan melihat moving average-nya bagaimana. Dia akan melihat grafiknya seperti apa, ketebalan transaksinya atau permintaannya seberapa banyak. Itu adalah rumus-rumus teknikal analisis, karena sistemnya hit n run," ujarnya.

Namun, banyak anak muda yang terjun bermain saham atau trading saham masih belum memahami teknik tersebut. Menurut Aidil, tingginya minat untuk bermain saham juga dipicu oleh rekomendasi atau pom-pom saham di media sosial.

"Nah sekarang fenomena anak muda. Milenial apa sih jeleknya dia? Nggak sabaran, ingin instan, cepat, narsistik jadi dia investasi ke saham ikut-ikutan, lalu kalau dia bisa foto, dia nampangin di media sosialnya dia, seolah-olah dia sudah jadi investor kawakan. Itu yang dimanfaatkan kemudian. Ketika dia masuk, dia main saham, bukan investasi. Karena kalau main saham dia main-main, berdagang," urainya.

"Nah itu yang membuat kemudian fenomena ini melonjak. Belum lagi ditambah, ini kan kelanjutan fenomena minggu sebelumnya. Sekitar 1-2 minggu yang lalu banyak selebriti, anak pejabat manas-manasin atau pom-pom saham, manas-manasin orang untuk pom-pom saham. Sebenarnya secara pasar modal itu kan nggak boleh," sambung Aidil.

Dihubungi secara terpisah,Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting Tejasari Asad mengatakan, anak muda yang ingin terjun ke pasar modal harus memahami risiko yang dihadapi. Ia mengatakan, saham memang bisa memberikan keuntungan besar ketimbang instrumen investasi lainnya. Sehingga tak sedikit orang yang nekat membeli saham dari utang. Padahal, dibalik itu risiko ruginya juga besar.

"Mereka asumsinya kalau bisa untung 10% dalam beberapa hari saja, berarti bisa dong saya pakai uang pinjaman, misalnya di pinjol ternyata bunganya masih lebih kecil dibandingkan target return yang dihebohkan, jadi mereka berani. Tapi, mereka lupa kalau investasi di saham ada risikonya yaitu return-nya bisa turun. Uangnya atau harga sahamnya bisa turun, nggak selalu untung," terang Tejasari.

Oleh sebab itu, para pemula yang ingin membeli saham disarankan membelinya dengan berkala atau rutin. Caranya, dengan menyisihkan dana 10% dari penghasilan bulanannya yang memang menganggur.

"Jadi memang sebaiknya dari uang yang bersih, nggak ada bunganya, yang benar-benar dari penghasilan, kita sisihkan, nggak ada rencana kita pakai, itu yang kita sisihkan untuk ditabung atau investasi. Nah itu yang sebaiknya dilakukan," katanya.


Hide Ads