Pasca melakukan aksi korporasi Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau right issue jumbo senilai Rp 95,9 triliun, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terus mengalami apresiasi.
Mengutip RTI, harga saham BBRI pada penutupan perdagangan Rabu (6/10/2021) naik 190 poin atau 4,83% ke level Rp 4.120/lembar saham. Sebanyak 446,71 juta lembar saham terpantau diperdagangkan dengan nilai transaksi mencapai Rp 1,83 triliun.
Adapun kenaikan ini membuat kapitalisasi pasar BBRI menembus di atas Rp 600 triliun, atau tepatnya Rp 624,42 triliun. Hal ini juga membuat saham BBRI menjadi salah satu movers IHSG hari ini di tengah penguatannya yang mencapai 2,06%.
Selain itu, saham bank pelat merah yang fokus di segmen mikro dan ultra mikro ini juga terus diborong asing. Aksi beli investor asing terpantau 36,94% atau 377,2 juta lembar saham senilai Rp 1,5 triliun. Sementara aksi beli investor lokal terpantau sebanyak 13,06% atau sebanyak 132,6 juta lembar saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 542,3 miliar.
Sebagai informasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 129 poin atau 2,06% ke level 6.417 pada akhir perdagangan Rabu (6/10/2021). Pada awal perdagangan, IHSG dibuka pada level 6.313 dengan level terendah 6.307 dan level tertinggi 6.441 pada hari ini.
Tercatat, pada penutupan hari ini total transaksi mencapai Rp 20,70 triliun dengan nilai beli bersih atau net buy investor asing sebesar Rp 4,35 triliun. Adapun sebanyak 323 saham ditutup menguat, 199 saham terkoreksi, sedangkan 141 saham terpantau stagnan hingga akhir perdagangan hari ini.
Untuk diketahui, rights issue BRI dengan nominal terbesar di Asia Tenggara, ketiga se-Asia dan menjadi nomor 7 secara global atau senilai Rp 95,9 triliun itu telah membuktikan bahwa Indonesia punya market besar. Terlebih dengan adanya sumber pertumbuhan baru perseroan melalui Holding Ultra Mikro.
Menurut Direktur Utama BRI Sunarso, Holding BUMN Ultra Mikro yang dibiayai hasil rights issue akan berkontribusi terhadap konsep-konsep pembangunan yang berdasarkan Environmental, Social, dan Governance (ESG).
"Di mana melalui pemberdayaan pelaku usaha ultra mikro akan meningkatkan kapabilitas usaha di segmen ini, selain juga peningkatan literasi dan inklusi keuangan," ujar Sunarso dalam keterangannya, Rabu (6/10/2021).
Terkait potensi bisnis yang besar di ekosistem usaha UMi tersebut data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut pada 2019 dari 65 juta usaha mikro atau 98,67% dari total usaha di Indonesia, terdapat sekitar 58 juta usaha ultra mikro di dalamnya. Namun hanya sekitar 20 juta usaha ultra mikro saja yang telah memperoleh akses pendanaan dari sumber formal seperti bank, BPR, perusahaan gadai, koperasi, maupun lembaga keuangan lainnya.
Dengan jumlah unit usaha yang besar itu, bisnis segmen mikro dan UMi di dalamnya mampu menyerap hingga 109,84 juta tenaga kerja di Tanah Air atau menyedot 89,04% dari total pekerja secara nasional. Sementara sumbangsihnya terhadap PDB sekitar 37,35%.
"Nanti secara keseluruhan porsi kredit mikro sendiri di BRI itu bisa 50% (dari total portofolio UMKM). Saat ini 40% mau menuju ke 45%. Tapi dengan bergabungnya dua saudara baru ini (Pegadaian dan PNM), yang spesialisasinya di ultra mikro, porsi di mikro dapat mencapai 50%. Sedangkan porsi di UMKM sekarang 80%, kita mau naikan menjadi 85%," pungkasnya.
(akd/hns)